Atasi Jamur Akar Putih Cengkeh Dengan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu

Oleh: Putu Sugita, SP.,M.P.
POPT Ahli Madya.

Berdasarkan data statistik Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Tahun 2021 diketahui bahwa luas areal penanaman cengkeh di Buleleng yaitu 8.086,07 Ha dengan jumlah produksi 2.288,19 Ha (Sumber : Angka Tetap Tahun 2021). Hal ini merupakan potensi strategis pengembangan cengkeh sebagai komoditas unggulan di Kabupaten Buleleng dalam menggerakan perekonomian masyarakat di perdesaan. Umur tanaman cengkeh yang panjang (300-400 tahun) juga salah satu alasan bahwa tanaman cengkeh mendatangkan keuntungan yang menjanjikan bagi pendapatan petani.

Gambar 1. Areal Pertanaman Cengkeh.

Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan faktor pembatas bagi produktifitas dan produksi tanaman cengkeh. OPT utama yang menyerang tanaman cengkeh antara lain Jamur Akar Putih (JAP), Cacar Daun Cengkeh (CDC), kumbang bunga cengkeh, penggerek batang cengkeh, Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC). Permasalahan OPT utama yang dihadapi di Kabupaten Buleleng yaitu adanya serangan Jamur Akar Putih (JAP).

Gambar 2. Serangan Jamur Akar Putih (JAP)

Pada tahun 2022 ini, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali melalui anggaran Direktorat Jendral Perkebunan melakukan kegiatan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT) utamanya JAP pada tanaman cengkeh yang sesuai dengan pola pembangunan Bali yang ditetapkan oleh Gubernur yaitu “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” dengan misi mewujudkan kemandirian pangan, meningkatkan nilai tambah dan daya saing pertanian serta meningkatkan kesejahteraan petani. Dr. I Wayan Sunada,SP.,M.Agb selaku Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Balli mengatakan, “Harapan utama dalam kegiatan ini agar petani pelaksana dapat terus menerapkan dan menularkan ilmu terapan teknologi pengendalian ke petani lainnya sesuai dengan arahan dan pendampingan dari dinas. Pembangunan perkebunan kedepan akan difokuskan di wilayah Buleleng, karena potensi perkebunan terluas wilayah Bali terdapat di Kabupaten Karangasem, Jembrana dan Buleleng.”

Gambar 3. Sosialisasi Kegiatan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT)

“Dalam kegiatan ini, petani diajak mengidentifikasi gejala serangan JAP, mempraktekkan serta menerapkan teknologi pengendalian dengan penggunaan Metabolit Sekunder (MS) Trichoderma sp. serta petani wajib menyisihkan minimal 10% dari hasil penjualan panen untuk penerapan teknologi pengendalian JAP cengkeh,” ujar Ir. Anang Priyono, M.Sc (POPT Ahlai Madya). Praktek pengendalian dilakukan dengan pemupukan dengan APH Trichoderma sp, infus akar, oles atau siram serta mengevaluasi hasil praktek pengendalian selama 6 kali pertemuan diakhiri dengan kegiatan field day.
Kegiatan Penerapan pengendalian hama terpadu JAP Cengkeh dialokasikan di 2 desa yaitu Kayuputih dan Unggahan dengan luasan pengendalian masing-masing 50 Ha. Petani peserta tiap desa sejumlah 100 orang dengan alat serta bahan pengendalian yang diserahkan berupa isolat APH, beras murni, starter APH, pupuk organik, pupuk kandang/kompos, EM4, alat pengocok/shaker, bahan membuat metabolit sekunder, botol infus, pompa sprayer/bor, baju kaos.

Gambar 4. Identifikasi Serangan JAP

Adapun gejala serangan Jamur Akar Putih (JAP) yang disebabkan oleh Rigidoporus lignosus antara lain daun tampak kusam, kurang mengkilat, dan melengkung ke bawah (daun yang sehat berbentuk seperti perahu), pada tanaman dewasa, daun gugur diikuti dengan matinya ranting yang menyebabkan tanaman mempunyai mahkota yang jarang. Tanaman yang sakit kadang-kadang membentuk bunga dan buah sebelum masanya. Selanjutnya pada stadia lanjut akar membusuk, sehingga pohon mudah rebah. Untuk deteksi dini, sekitar pangkal batang bila ditutup mulsa/seresah akan terdapat benang-benang miselium jamur (rizomorf) berwarna putih menjalar sepanjang akar. Penyebaran : melalui aliran air tanah, kontak akar tanaman sehat dengan tanaman sakit, sisa perakaran atau tunggul tanaman sakit, alat-alat pertanian dan benih. Penyakit ini baru terdeteksi di Bali dan NTB. “Namun jika diamati lebih lanjut di wilayah kebun percobaan, gejala penyakit yang nampak pada bagian atas tajuk tanaman lebih dominan disebabkan oleh jamur Schizopyllum commune, “ ujar Dr. Alit Susanta Wirya (narasumber dari Universitas Udayana).

Gambar 5. Gejala Serangan JAP pada Tanaman Cengkeh.

Menurut Prof. Dr. Loekas Soesanto (penemu MS), JAP sifatnya saprofit yang akan menyerang pada tanaman yang kondisinya lemah dan lama-kelamaan akan menjadi parasit. Pemicu utama permasalahan JAP yaitu selain faktor cuaca juga disebabkan oleh kondisi tanaman yang rentan dan masih dilakukannya pengambilan daun cengkeh oleh petani. Pupuk kandang juga harus diberikan minimal 2 kali selama musim tanaman cengkeh untuk meningkatkan daya tahan tanaman cengkeh terhadap serangan JAP.

Selain itu, berdasarkan hasil penerapan teknologi pengendalian yang dilakukan, teknik yang paling efektif yaitu dengan penggunaan MS oles di akar dan infus akar. Daun serta cabang ranting baru mulai tumbuh. Pendampingan agar terus dilakukan oleh dinas baik provinsi maupun kabupaten serta saya telah melakukan penyisihan biaya 10% dari harga jual panen cengkeh yang dialokasikan untuk biaya pemeliharaan dan budidaya tanaman cengkeh.” ujar I Ketut Sudiastika, petani perwakilan pelaksana kegiatan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu JAP Cengkeh.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Anonim, Laporan Data Statistik Angka Tetap Tahun 2021. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali.
  2. Semangun, H. 2000, Penyakit – Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta
  3. Sudana. 2013. Identifikasi Patogen dan Studi Epidemilogi Serta Pengendalian secara hayati penyebab penyakit layu pada tanaman cengkeh ( Syzygium aromaticum L.). Universitas Udayana.
  4. Herlina, L & Dewi, P. 2010. Penggunaan Kompos Aktif Trichodermaharzianum dalam meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Cabai. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Semarang.