Bali Atasi Pengaruh Cekaman Perubahan Iklim Terhadap Produksi Tanaman Dengan Mitigasi Dan Adaptasi

Oleh : I Dewa Ayu Yona Aprianthina, SP. M.Sc
(POPT Ahli Pertama)

Perubahan  iklim seperti peningkatan suhu udara, perubahan pola hujan, dan iklim yang ekstrim sering berpengaruh negatif terhadap sistem produksi tanaman. Rendahnya produktivitas dan mutu dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas penerapan Good Agricultural Practicies (GAP) di tingkat petani dan masih tingginya kehilangan hasil akibat serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Kondisi tersebut diperburuk dengan terjadinya cekaman iklim seperti kekeringan, kebakaran dan banjir. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta dukungan dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca. Kegiatan mitigasi pada subsektor perkebunan adalah upaya yang dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan untuk mengurangi sumber emisi gas rumah kaca, sedangkan adaptasi adalah tindakan penyesuaian untuk menghadapi dampak negatif dari perubahan iklim.

Untuk mengurangi dampak emisi karbon pada subsektor perkebunan dapat diminimalisir dengan pembuatan model demplot pengembangan tanaman kopi dengan mengintegrasikan ternak (kebun-ternak) melalui pemanfaatan limbah perkebunan, mengurangi atau menggantikan pemanfaatan pestisida dan pupuk kimia dengan bahan organik, pemanfaatan pohon pelindung sebagai penyerap karbon, pembuatan lubang biopori, rorak serta melakukan pemangkasan pada tanaman kopi. Secara langsung hal ini mendukung dengan pola pembangunan Bali era baru yaitu Nangun Sat Kerthi Loka Bali dengan mengembangkan pola pertanian ke arah organik.

Kegiatan aplikasi model teknologi mitigasi dan adaptasi pada sub sektor perkebunan di Provinsi Bali telah dilakukan sejak tahun 2014 dengan bantuan dana APBN yang mengintegrasikan kambing dengan ternak dalam paket bantuannya yang berlokasi di wilayah Kabupaten Bangli.

Tabel_Mitigasi1

Kegiatan mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim yang telah dilaksanakan dapat dijadikan model dalam penanganan dampak perubahan iklim khusunya di sektor perkebunan yang selama ini sangat dirasakan pengaruhnya terhadap penurunan produksi dan produktivitas sebagai akibat gagal panen karena perubahan pola hujan, suhu yang ekstrem dan gangguan OPT. Oleh sebab itu, kegiatan aplikasi model teknologi mitigasi dan adaptasi pada sub sektor perkebunan perlu dilaksanakan di daerah agar pembangunan perkebunan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dan produktifitas dapat dipertahankan sehingga mampu mengurangi kehilangan hasil akibat dampak perubahan iklim. Selain itu, petani juga mampu menghasilkan pendapatan tambahan melalui pengolahan hasil limbah sisa kebun maupun ternak.

Hasil terapan pola aplikasi model teknologi mitigasi dan adaptasi efektif mampu menurunkan nilai emisi gas karbon pada kebun kopi rakyat dengan hasil perlakuan sebagai berikut :

  1. Penerapan Model Perkebunan Rendah Emisi Karbon pada Perkebunan Rakyat Tahun 2015 di SA. Buana Kerti, Binyan, Kintamani, Kabupaten Bangli.
    Perhitungan dilakukan pada tahun 2017.
  2. Penerapan Model Pengembangan Desa Pertanian Organik sejak tahun 2016 di SA. Guna Marga, Petang, Kabupaten Badung. Perhitungan dilakukan pada tahun 2018.

Pengukuran dilakukan dengan cara pengambilan gas dan seresah serta biomassa yang ada di sekitar kebun kopi dengan bekerjasama dengan tim teknis dari Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan). Pengukuran dilakukan di kebun kopi menerapkan sistem budidaya konvensional (tanpa ada penambahan pupuk organik), lokasi penerapan mitigasi emisi GRK (dengan penambahan pupuk organik dari kotoran kambing), dan tempat penumpukan kotoran kambing.

Berdasarkan hasil pengukuran, lokasi mitigasi baik di Subak Abian Buana Kerti maupun Guna Marga menghasilkan emisi N2O lebih rendah dari lokasi konvensional. Sebaliknya pada lokasi konvensional, seresah daun baik dari tanaman kopi maupun tanaman tahunan lainnya tidak dibersihkan sehingga sumber N banyak tersedia di lokasi tersebut. Pengelolaan tanaman kopi juga menghasilkan emisi CO2. Hasil pengukuran emisi GRK di perkebunan kopi menunjukkan bahwa lokasi mitigasi juga menghasilkan emisi CO2 lebih rendah dari lokasi konvensional. Hal ini berarti kegiatan mitigasi dapat meminimalisir dampak perubahan global.

Selain itu, cadangan karbon pada lokasi mitigasi lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi konvensional. Penerapan mitigasi mampu menyerap dua kali lebih tinggi dari cara konvensional. Besarnya cadangan karbon pada lokasi mitigasi didukung oleh pengelolaan perkebunan kopi yang baik meliputi pemupukan organik, pembersihan sekitar pertanaman kopi dan tumpangsarinya serta pengendalian hama secara alami.