BALI CEGAH PERUBAHAN IKLIM MELALUI MITIGASI DAN ADAPTASI

Oleh : I Dewa Ayu Yona Aprianthina, SP. M.Sc
(Pengendali OPT Ahli Pertama)

Perubahan iklim sangat berpengaruh pada sektor pertanian karena pertumbuhan dan produktivitas tanaman rentan terhadap perubahan iklim.  Dampak perubahan iklim seperti peningkatan suhu udara, perubahan pola hujan, dan iklim yang ekstrim berpengaruh negatif terhadap sistem produksi tanaman.

Rendahnya produktivitas dan mutu antara lain disebabkan oleh penggunaan benih unggul yang baru mencapai 40%, rendahnya kualitas penerapan Good Agricultural Practicies (GAP) di tingkat petani dan masih tingginya kehilangan hasil akibat serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Kondisi tersebut diperburuk dengan terjadinya cekaman iklim seperti kekeringan, kebakaran dan banjir.

Perubahan pola hujan dan pergeseran musim menyebabkan hujan sangat lebat  pada musim penghujan dan sebaliknya pada musim kemarau tidak ada hujan.  Hujan yang berlebihan akan meningkatkan erosi, pencucian hara dan tanah longsor.  Apabila air yang berlebihan tidak dapat diserap oleh tanah di hulu akan meningkatkan aliran permukaan yang akhirnya menyebabkan banjir. Sebaliknya musim kemarau panjang akan menyebabkan cekaman air yang sangat merugikan tanaman.  Perubahan iklim yang ekstrim atau anomali iklim, akan menimbulkan resiko yang cukup besar bagi sektor pertanian, termasuk sub sektor perkebunan.  Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta dukungan dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca.

Tahun 2019, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bali melalui Seksi Perbenihan dan Perlindungan Perkebunan  melakukan kegiatan dalam rangka pencegahan terhadap dampak perubahan iklim. Kegiatan ini dialokasikan di Subak Abian Pebunut, Desa Catur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli dengan melibatkan 25 petani peserta dan penerima kegiatan tersebut.  Kelompok tani mendapatkan bantuan berupa pembuatan kandang kambing, rumah kompos dan embung serta upah dalam pelaksanaan kegiatan pembuatan lubang biopori, pembuatan rorak dan pemangkasan tanaman kopi yang berada di kebun milik petani. Sebagai upaya pengurangan emisi gas karbon dan ancaman pencegahan terhadap kekeriangan. “Untuk mengurangi dampak emisi karbon dengan pembuatan model demplot pengembangan tanaman kopi dilakukan dengan meniadakaan asupan pupuk kimia dan dipergunakan pupuk organik, limbah perkebunan, mengintegrasikan dengan ternak (kebun-ternak)  dan pemanfaatan pohon pelindung sebagai penyerap karbon” kata Ir. I Ketut Soma sebagai Kepala Seksi Perbenihan dan Perlindungan Perkebunan, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bali.

Kegiatan mitigasi pada subsektor perkebunan adalah upaya yang dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan untuk mengurangi sumber emisi gas rumah kaca, sedangkan adaptasi adalah tindakan penyesuaian untuk menghadapi dampak negatif dari perubahan iklim yang sesuai dengan pola pembangunan Bali yang ditetapkan oleh Gubernur yaitu “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan, meningkatkan nilai tambah dan daya saing pertanian serta meningkatkan kesejahteraan petani. Emisi karbon pada subsektor perkebunan dapat diminimalisir dengan pemanfaatan limbah perkebunan, mengintegrasikan dengan ternak (kebun-ternak), mengurangi atau menggantikan pemanfaatan pestisida dan pupuk kimia dengan organik, mengurangi penggunaan herbisida dan pemanfaatan pohon pelindung sebagai penyerap karbon.

Embung Penampungan Air
Rumah Kompos

“Besar harapan dengan adanya fasilitasi terhadap pencegahan dan penanganan dampak perubahan iklim serta pengurangan risiko kekeringan dapat mendukung peningkatan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan berkelanjutan di Desa Catur, Kecamatan Kintamani” ujar I Wayan Tagel Sujana, Kepala Bidang Perkebunan, Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Bangli.