Bersinergi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Upaya Pengendalian Kerentanan Perubahan Iklim Di Bali

Oleh : I Dewa Ayu Yona Aprianthina, SP. M.Sc
(POPT Ahli Pertama)

Menurut data dari PBB, sekitar 870 juta penduduk dunia saat ini mengalami kekurangan gizi.  Para ahli perubahan iklim mengaitkan hal ini dengan kondisi cuaca yang ekstrim, gelombang panas, kekeringan dan banjir sebagai bagian dari pemanasan global. Beberapa jenis tanaman pertanian terutama jenis hortikultura memberikan sumbangan terhadap dampak perubahan iklim sehingga perlu dilakukan upaya khusus dalam rangka menurunkan emisi gas karbon walaupun secara ekonomis mendatangkan keuntungan. Bagaimanapun kondisi ketahanan pangan, terutama di negara-negara miskin akan terus mengancam di dunia yang suhunya semakin panas. Rantai produksi pangan manusia, mulai dari penanaman, pengiriman, proses penyimpanan hingga limbah makanan  yang terbuang menyumbang kurang lebih 19 hingga 29 persen emisi gas rumah kaca di seluruh dunia di tahun 2008 silam. Hal ini terungkap dalam sebuah analisis yang dikeluarkan oleh CGIAR Research Program on Climate Change, Agriculture and Food Security (CCAFS). Jika dikonversi ke dalam angka, jumlah ini kira-kira antara 9,8 hingga 16,9 miliar ton karbondioksida, atau dua kali lipat emisi bahan bakar fosil di seluruh negara Cina di tahun yang sama.

Agrikultur merupakan bidang yang cukup penting dalam menyumbang dampak perubahan iklim, tak hanya adanya fakta bahwa emisi dari sektor pertanian ternyata lebih besar dari yang diperkirakan, namun juga adanya catatan cuaca bulanan sebagai bagian dari penyesuaian iklim regional. Berdasarkan kejadian ini, penerapan kegiatan dalam rangka antisipasi dan upaya penurunan emisi gas karbon diperlukan mulai dari perbaikan sistem budidaya dari hulu hingga hilir sekaligus pengolahan limbah pada tiap proses kegiatannya.

Perubahan  iklim seperti peningkatan suhu udara, perubahan pola hujan, dan iklim yang ekstrim sering berpengaruh negatif terhadap sistem produksi tanaman yaitu dapat menurunkan produksi pertanian antara 5-20 persen (Suberjo, 2009). Pada sektor pertanian perubahan iklim mengakibatkan terjadinya perubahan biologis antara lain perubahan fase pembungaan dan pemanenan, perubahan kualitas produk serta peningkatan hama dan penyakit tanaman akibat perubahan biodiversitas (Na et al., 2007). Terkait hal tersebut, perlu dilakukan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta dukungan dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca dari berbagai stakeholder terkait penurunan dan pencegahan dampak perubahan iklim terutama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hal ini secara langsung hal ini mendukung dengan pola pembangunan Bali era baru sesuai dengan visi misi Gubernur Bali yaitu Nangun Sat Kerthi Loka Bali dengan mengembangkan pola pertanian ke arah organik.

Beberapa permasalahan terkait lingkungan hidup menyumbang peran dalam efek Gas Rumah Kaca yang menyebabkan perubahan iklim dunia, walaupun berbagai peraturan perundang-undangan telah diberlakukan terkait hal tersebut. Adapun permasalahan tersebut antara lain :

  1. Perencanaan pembangunan serta perencanaan dan pemanfaatan ruang yang tidak memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
  2. Perencanaan pemanfaatan sumber daya alam tidak mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Keberadaan ekosistem yang baik akan memberikan dukungan terhadap kemampuan manusia dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim. Tingkat keterpaparan dan tingkat sensitivitas dapat dicerminkan oleh kondisi biofisik dan lingkungan, serta kondisi sosio-ekonomi. Dalam konteks perencanaan pembangunan daerah, indeks dan tingkat kerentanan suatu daerah perlu menjadi pertimbangan dalam menyusun rencana pembangunan sehingga daerah akan mampu memilih aksi adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim (Bappenas, 2014 dan Kemen LHK, 2016). Identifikasi sektor prioritas pembangunan daerah yang terdampak perubahan iklim merupakan langkah awal dalam merumuskan isu strategis dalam pelaksanaan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di tingkat provinsi.

Dalam pertemuan tersebut dibahas upaya pengurangan dampak dan resiko perubahan iklim melalui aksi adaptasi yang terencana dengan didasarkan atas analisis kerentanan suatu wilayah yang menjadi faktor penting dalam mendukung pembangunan nasional yang memiliki resiliensi terhadap perubahan iklim melalui update basis data pemuktahiran data dan informasi kerentanan perubahan iklim melalui SIDIK dengan menggunakan indikator lokal sesuai dengan karakter masing-masing wilayah, identifikasi potensi dampak perubahan iklim terhadap bidang-bidang startegis, dan membangun kesepahaman peran dan tanggung jawab dalam rangka identifikasi penyusunan pilihan aksi adaptasi sekaligus mitigasi perubahan iklim. Direktorat Jendral Pengendalian Perubahan Iklim (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) melalui Direktorat Adaptasi Perubahan Iklim mengembangkan Sistem Informasi Indeks dan data Kerentanan (SIDIK) untuk menyajikan data dan informasi terkait kerentanan perubahan iklim dengan satuan unit desa di seluruh Indonesia yang dapat menjadi dasar dalam penyusunan perencanaan aksi adaptasi perubahan iklim di daerah. Selain itu, dibahas pula daya dukung dan daya tampung wilayah terdampak perubahan iklim, data historis dan proyeksi iklim masa depan provinsi Bali, data dan informasi daerah potensi rawan bencana, identifikasi sektor terdampak perubahan iklim, serta penyusunan pilihan aksi adaptasi dan pengintegrasian data kerentanan dalam rangka penyusunan  rencana aksi daerah.

Gambar 1. Tanah longsor di Kintamani, Kabupaten Bangli (2018) merupakan bukti kerusakan lingkungan dampak perubahan iklim

Beberapa informasi dan masukan penting dalam pengembangan indikator SIDIK sebagai bahan penyusunan rencana adaptasi dampak perubahan iklim antara lain :

  1. Dari sektor kegiatan pertanian yang dianggap menyumbang emisi gas karbon, namun juga telah dilakukan beberapa upaya terkait pencegahan dan penanganan dampak perubahan iklim yang dilakukan oleh Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bali sejak tahun 2014. Pengurangan dampak emisi karbon pada subsektor perkebunan dapat diminimalisir dengan pembuatan model demplot pengembangan tanaman kopi dengan mengintegrasikan ternak (kebun-ternak) melalui pemanfaatan limbah perkebunan, mengurangi atau menggantikan pemanfaatan pestisida dan pupuk kimia dengan bahan organik, pemanfaatan pohon pelindung sebagai penyerap karbon, pembuatan lubang biopori, pembuatan rorak, pemangkasan pada tanaman serta membuat cadangan air dengan embung.
  2. Tindak lanjut dalam pertemuan tersebut yaitu akan dilakukan pertemuan kembali dengan para stakholder yang terkait terutama dengan Dinas yang membidangi pertanian se-Kab/Kota Bali.
  3. Kerjasama dari pihak yang terkait dalam menerapkan teknologi dalam upaya penanganan dampak perubahan iklim.

Stakeholder terkait yang hadir dalam pertemuan tersebut antara lain dari Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoreligion (P3E) Bali Nusra, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wil.III Denpasar, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Bali, Dinas Kehutanan Provinsi Bali, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali, Balai wilayah Sungai Bali Penida, Balai PDASHL Unda Anyar, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Bali, PSKL Jawa Bali Nusra, Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wil.VIII Denpasar, KPHK TWA Danau Buyan-Tamblingan, PPLH Bali, KPH Bali Utara, KPHP TWA Danau Buyan Danau Tamblingan, forum DAS Provinsi Bali, Seksi Perubahan Iklim Balai PPIKHL wil.Jabanusra, Seksi Program dan evaluasi Balai PPIKHL wil. Jabanusra, Seksi Kebakaran Hutan dan Lahan, Balai PPIKHL wil.Jabanusra. Besar harapan dari pertemuan tersebut menghasilkan suatu kebijakan serta upaya yang berarti dalam usaha pengurangan dan pencegahan dampak perubahan iklim dari aspek lingkungan dan pertanian dalam arti luas.

DAFTAR PUSTAKA

Na, Young-Eun, and et al. 2007. Impacts of Climate Change on Agricultural Sector and International Trends of Adaptation Measures. Journal of International Agricultural Development, 19-2: 93-100.

Nurdin. (2011). Antisipasi perubahan iklim untuk keberlanjutan ketahanan pangan. Sulawesi Utara: Universitas Negeri Gorontalo.

Suberjo, (2009). Adaptasi pertanian dalam pemanasan global. Dosen Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta dan Mahasiswa Doktoral The University of Tokyo. Diakses pada 12 Agustus 2014, dari: http://suberjo.staff.ugm.ac.id/?p=108.