Oleh:
I Gede Vibhuti Kumarananda, S.P.
Penyuluh Pertanian Ahli Pertama
Program pengembangan pertanian di Provinsi Bali Tahun 2024 mengacu pada Rencana Pembangunan Daerah (RPD) Provinsi Bali Tahun 2024 s.d 2026, yang dimana dalam pembangunan dua tahun ke depan akan dihadapkan pada perubahan lingkungan strategis baik domestik maupun internasional. Perubahan tersebut menuntut berbagai produk pertanian yang mampu berdaya saing di pasar global pada komoditas tanaman pangan, khususnya padi. Upaya persiapan yang diperlukan dalam menghadapi perubahan tersebut saat ini adalah perbanyakan kuantitas dan perbaikan kualitas. Hal ini sejalan dengan salah satu misi yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, yaitu memastikan terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, dan papan dalam jumlah dan kualitas yang memadai bagi kehidupan Krama Bali. Pelaksanaan misi dalam memastikan kebutuhan pangan, khususnya beras tidak hanya dari segi ketersediaannya saja, namun perlu juga memastikan kualitas beras yang akan diberikan kepada masyarakat melalui pengembangan pertanian berkelanjutan.
Keberlanjutan ini terdiri dari tiga aspek dimensi, yaitu dimensi ekonomi, dimensi sosial dan dimensi lingkungan. Keberlanjutan ini menjadi hal yang penting dilakukan mengingat bahwa penerapan pertanian konvensial saat ini masih menggunakan pupuk anorganik yang merusak kesuburan tanah. Kesuburan tanah tersebut memberikan dampak dalam dimensi ekonomi, yaitu memberikan dampak terhadap jumlah produksi dan berpengaruh juga dengan pendapatan petani yang diterima akibat menurunya jumlah hasil produksi yang dipasarkan. Dimensi sosial digambarkan dengan belum adanya perubahan perilaku sosial petani dalam menerapkan pertanian ramah lingkungan meskipun telah merasakan penurunan produksi akibat penggunaan pupuk anorganik secara terus-menerus. Pemerintah Provinsi Bali telah menyadari permasalahan tersebut dan telah menerbitkan serangkaian peraturan untuk mengatasinya, yaitu melalui Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2019 tentang Sistem Pertanian Organik dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 15 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Sistem Pertanian Organik. Peraturan ini memiliki salah satu tujuan yaitu untuk memberikan jaminan penyediaan produk pertanian terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumen serta tidak merusak lingkungan.

Inovasi yang dapat dilakukan untuk mendukung pelaksanaan peraturan tersebut dengan menerapkan inovasi “SIBAPA SEHAT YANG KUAT” (Sistem Budidaya Padi Sehat Yang Kreatif Unggul Aplikatif dan Terpadu). Inovasi ini merupakan adopsi dari penerapan budidaya padi yang ramah lingkungan demi memproduksi beras yang sehat dan mendukung keberlanjutan pertanian di Provinsi Bali secara holistik dari dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan. Kondisi yang diharapkan dengan adanya inovasi ini, yaitu bisa memberikan nilai tambah produk yang berdampak terhadap peningkatan pendapatan petani, dan perubahan sosial petani di Bali untuk mau menerapkan sistem budidaya pertanian yang ramah lingkungan demi menjaga lingkungan yang berkelanjutan. Tujuan daripada inovasi “SIBAPA SEHAT YANG KUAT” adalah terlaksananya budidaya padi yang sehat dan memberikan dampak berkelanjutan dari aspek dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan di Provinsi Bali sehingga memberikan outcome berupa tersedianya beras yang sehat bagi masyarakat Bali.
Dasar filosofi nilai inovasi “SIBAPA SEHAT YANG KUAT” terinspirasi dari keinginan penulis untuk mewujudkan kondisi fisik masyarakat Bali yang sehat dan kuat dengan mengkonsumsi beras sehat, sedangkan dalam definisi akronim SIBAPA SEHAT YANG KUAT adalah Sistem Budidaya Padi Sehat Yang Kreatif Unggul Aplikatif dan Terpadu demi keberlanjutan pertanian di Provinsi Bali dari segi dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan. Inovasi ini secara garis besar adalah perpaduan antara teknik budidaya padi sawah menggunakan sistem pertanian ramah lingkungan dengan teknik penanaman System of Rice Intensification (SRI). Perpaduan kedua teknik budidaya ini menghasilkan sebuah inovasi budidaya yang efektif dan efisien serta hasil beras yang sehat untuk mendukung keberlanjutan pertanian di Provinsi Bali. Penerapan budidaya padi ramah lingkungan dengan tidak menggunakan pupuk atau pestisida kimia melainkan dengan menggunakan bahan organik. Perlakuan penerapan sistem pertanian ramah lingkungan di Subak Getih untuk luasan 75 are meliputi:
- Penggunaan pupuk dasar berbahan organik dari kotoran sapi yang sudah terfermentasi dengan dosis kurang lebih 5 ton pada saat pengolahan tanah dan sebagai perbaikan unsur hara tanah.
- Penggunaan pupuk organik cair pada usia 3 hari setelah tanam (fase vegetatif) sebanyak 4 tutup botol, kemudian dilanjutkan dengan penggunaannya setiap minggu dengan dosis yang sama di minggu kedua dan ketiga, kemudian dinaikkan dosisnya menjadi 6 tutup botol pada minggu keempat dan kelima, kemudian dinaikkan dosisnya menjadi 8 tutup botol sampai memasuki fase awal pembentukan malai (generatif).
- Pada fase generatif juga diberikan pupuk organik cair, sebanyak 8 tutup botol selama 1 kali seminggu, dan maksimal 3 kali dalam 3 minggu.
- Pengendalian hama dan penyakit menggunakan jadam sulfur sebanyak 440 ml setiap 3 hari sekali sampai padi berwarna kuning.
Sedangkan untuk metode penanaman System of Rice Intensification (SRI) memperlakukan tanaman padi tidak seperti tanaman air yang membutuhkan air yang cukup banyak, karena jika penggenangan air yang cukup banyak maka akan akan menghancurkan jaringan kompleks yaitu cortex, xylem dan phloem pada akar tanaman padi. Hal ini akan berdampak kepada aktivitas akar dalam mengambil nutrisi di dalam tanah lebih sedikit, sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan terhambat dan mengakibatkan kemampuan kapasitas produksi akan lebih rendah.

Penerapan System of Rice Intensification (SRI) adalah benih padi ditanam pada petakan yang di sekelilingnya dibuat parit atau saluran air dengan jarak tanam 30 x 30 cm, dengan kedalaman tanah lapisan olah berkisar antara 25 hingga 30 cm. Jumlah bibit yang ditanam sebanyak 1 pohon, hal ini yang menjadi pembeda dan lebih efisien dari sistem konvensional yang dimana menggunakan bibit 2-3 pohon per lubang. Perlakuan ini dilakukan agar perakaran lebih baik dan pergerakannya dapat maksimal dalam pengambilan nutrisi sedangkan jarak tanam yang lebar dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada tanaman terutama pada pembentukan anakan, pertumbuhan akar dan jalannya sinar matahari yang masuk kedalamnya.
Hasil pelaksanaan inovasi ini secara garis besar terlihat pada jumlah bulir per malai yang meningkat dari rata-rata sebanyak 150 biji menjadi ± 310 biji dan hasilnya produktivitasnya meningkat dari rata-rata sebelumnya sebesar 3 ton menjadi 5,94 ton gabah kering panen (GKP). Hasil ini dinilai sangat baik mengingat varietas yang digunakan merupakan varietas lokal dan bukan varietas unggul baru (VUB) yang cenderung memberikan hasil produksi yang tinggi. Keunggulan lainnya adalah sama sekali tidak menggunakan bahan anorganik sehingga inovasi ini sesuai dengan implementasi dari Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2019 tentang Sistem Pertanian Organik dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 15 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Sistem Pertanian Organik.
Sebelum adanya inovasi pertanian ini, banyak petani mengandalkan metode konvensional yang sering kali menggunakan pestisida dan pupuk kimia dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkan kerusakan tanah, penurunan kualitas air, dan hilangnya keanekaragaman hayati di sekitar lahan pertanian. Setelah diperkenalkannya inovasi ini mulai terjadinya perubahan, seperti penggunaan pupuk organik, sistem pertanian terpadu, dan teknik pengendalian hama secara biologis dan banyak petani mulai melihat perubahan signifikan dalam praktik pertanian mereka. Tanah menjadi lebih subur dan kaya akan nutrisi alami, kualitas air membaik, dan keanekaragaman hayati di sekitar lahan pertanian meningkat dan lebih mampu mengelola sumber daya alam dengan cara yang berkelanjutan dan efisien.
Terdapat beberapa stakeholders yang terlibat dalam inovasi “SIBAPA SEHAT YANG KUAT”,yaitu:
- Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali sebagai pendamping dalam pelaksanaan inovasi “SIBAPA SEHAT YANG KUAT”.
- Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng sebagai pendamping dalam pelaksanaan inovasi “SIBAPA SEHAT YANG KUAT”.
- Subak Getih, Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng sebagai pelaksana dari inovasi “SIBAPA SEHAT YANG KUAT”.
Inovasi “SIBAPA SEHAT YANG KUAT” melalui demonstration plot mulai dilaksanakan berdasarkan jadwal tanam Subak Getih pada tanggal 2 Februari 2024 dan dilaksanakan panen pada tanggal 7 Juni 2024. Berdasarkan pelaksanaan inovasi tersebut didapatkan hasil bahwa petani yang tergabung dalam Subak Getih siap melaksanakan inovasi ini. Pelaksanaan inovasi saat ini masih bersifat swadaya dan diharapkan inovasi ini dapat diberikannya suatu bantuan untuk menjaga keberlanjutan inovasi ini. Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk menjaga keberlanjutan inovasi ini adalah dengan mengajukan permohonan proposal usulan bantuan oleh kelompok kepada ke Biro Umum Sekretariat Daerah Provinsi Bali pada tahun 2024 dan untuk difasilitasi oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali untuk tahun 2025.