Mengapa Bali Hanya Mengembangkan Sapi Bali

Oleh:
Ni Wajan Leestyawati
Penyuluh Pertanian Utama

Sapi bali adalah salah satu bangsa sapi di dunia. Sapi bali merupakan sapi asli dan murni Indonesia, merupakan keturunan asli banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi sejak jaman prasejarah 3500 SM (Payne dan Rollinson, 1973). Dinamakan Sapi Bali karena gen asli sapi ini berasal dari pulau Bali yang kemudian menyebar luas ke daerah Asia Tenggara (Nozawa, 1979).

Sapi bali mempunyai ciri-ciri yang unik. Penampilannya kompak, sintal dan tidak berpunuk. Warna bulu badan sapi betina dan pedet atau godel jantan maupun betina berwarna merah bata. Sedangkan sapi jantan berwarna hitam. Perubahan warna terjadi mulai  pedet jantan berumur 1 tahun. Keempat tungkainya berwarna putih seolah-olah sapi memakai kaos kaki putih    (white stocking) dan warna putih juga di bagian pantat berbentuk seperti cermin (white mirror). Cermin hidung (moncong), kuku dan ujung ekor berwarna hitam. Di tengah-tengah punggungnya ada bulu hitam membentuk garis memanjang dari gumba sampai ke ujung ekor. Garis ini dinamai garis belut kebanyakan petani menyebutnya tulang lindung (bhs. Bali). Sapi dengan warna yang cantik ini sangat serasi dan ideal untuk alam Bali, sepertinya dianugerahkan Sang Pencipta untuk menyempurnakan keindahan pulau Bali sebagai tujuan Pariwisata dunia.

Sapi bali tidak hanya cantik dan unik, tetapi juga mempunyai banyak keunggulan, diantaranya

  1. Mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, sebagai ternak perintis yang dapat bertahan pada kondisi lingkungan marjinal dengan kualitas pakan yang rendah (Ronny, 2018) dan mempunyai daya cerna yang baik terhadap pakan.
  2. Memiliki tingkat kesuburan sangat tinggi, bahkan mempunyai kemampuan reproduksi terbaik diantara sapi-sapi lokal di Indonesia (Abidin, 2008).
  3. Merupakan tipe dwiguna, dapat digunakan sebagai sapi potong dan sapi pekerja. Sebagai sapi potong, sapi bali digolongkan sapi pedaging ideal, bahkan nilai mutu dagingnya lebih unggul dari pada sapi pedaging Eropa seperti Hereford, Shortorn (Murtidjo, 1990). Persentase karkas yang tinggi, antara 48-52% (Saka, dkk., 2005) dan  daging rendah lemak subkutan, (Pane, 1990). Dengan manajemen yang baik, penambahan berat badan harian dapat mencapai 0,7 Kg (Abidin, 2008).

Karena keunggulan-keunggulannya tersebut, maka sapi bali perlu dilestarikan secara genetis maupun populasinya. Bali merupakan satu-satunya wilayah yang mempunyai genetik murni sapi bali. Hal ini karena sapi bali di Bali tidak dikawin-silangkan dengan sapi ras atau bangsa lain. Petani/ peternak di Bali memelihara sapi anugerah Dewata ini dengan tekun dari generasi ke generasi, demikian juga Pemerintah Bali melindungi sapi bali dengan peraturan-peraturan sejak jaman Raja-Raja. Pelestarian sapi bali di Bali dilakukan dengan menjaga kemurnian gen dan mutu genetik serta  populasinya. Kemurnian gen dan mutu genetik dilestarikan melalui kawin suntik /inseminasi buatan (IB) menggunakan semen beku dari pejantan-pejantan sapi bali pilihan yang diproduksi oleh UPTD BIBD (Balai Inseminasi Buatan Daerah) di Baturiti. Distribusi semen beku diatur sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya inbreeding yang dapat menurunkan kualitas sapi. Peningkatan populasi dilakukan dengan meningkatkan kelahiran, yang tahun 2020 dilakukan melalui program SIKOMANDAN (Sapi Kerbau Komoditas Andalan Negeri) berkolaborasi dengan pemerintah Pusat. Dengan meningkatnya kelahiran, maka populasi sapi bali dapat terpelihara, produktivitas dapat ditingkatkan untuk keamanan dan mutu pangan.