Meningkatkan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Pertanian Melalui Pengembangan Sitem Pertanian Organik

Oleh :
Ir. I Putu Karyana, MMA
Penyuluh Pertanian Madya

”Kesehatan memang bukan berarti segalanya, tapi segalanya tiada berarti tanpa kesehatan”, adalah slogan gaya hidup sehat yang saat ini telah menjadi trend baru masyarakat dunia. Salah satu wujudnya adalah ”Back to nature” antara lain melalui regulasi adanya persyaratan produk pertanian harus aman dikonsumsi, punya kandungan nutrisi tinggi dan ramah lingkungan yang merupakan salah satu kegiatan untuk mewujudkan visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”. Globalisasi perekonomian dunia berimplikasi pada persaingan dalam pasar bebas komoditi pertanian sehingga diperlukan peningkatan efisiensi produksi dan kualitas hasil. Dalam kompetisi global, negara-negara maju ingin tetap unggul dan menguasai negara berkembang yang menjadi pasar produk pertanian dan IPTEK. Upaya penekanan negara-negara maju tersebut dilaksanakan dengan memanfaatkan berbagai isu, diantaranya ”Green Product”.

Memperhatikan hal tersebut, maka pemerintah Provinsi Bali telah menyusun dan mengeluarkan regulasi peraturan daerah Provinsi Bali nomor 8 tahun 2019 tentang Sistem Pertanin Oganik untuk menghasilkan pangan organik dalam meningkatkan nilai tambah dan daya saing pertanian bukan lagi merupakan pilihan tetapi adalah keharusan. Penerapan pertanian organik disamping dari sisi ekonomi dapat meningkatkan daya saing  dan pendapatan petani, dari sisi sosial dapat mengembangkan lapangan kerja dan kesehatan, serta  dari sisi lingkungan dapat meningkatkan biodiversity dan menekan pencemaran lingkungan. Beberapa hasil penelitian antara lain menunjukkan bahwa penerapan pertanian organik pada beberapa sayuran (tomat, selada dan buncis) dapat meningkatkan kandungan kalsium sayuran  sampai dengan > 300 % (mg/100 gr) dan kandungan vitamin A nya meningkat sampai dengan > 50 %. Pangan organik yang pasti lebih aman dikonsumsi karena bebas residu pestisida sintetis, bebas residu hormon sintetis dan bebas produk rekayasa genetik.

Pada komoditi pertanian khususnya tanaman pangan dan hortikultura di Provinsi Bali, sampai dengan saat ini telah berkembang produk organik yang dilaksanakan oleh 21 kelompoktani/pelaku usaha, diantaranya untuk komoditi; beras dan beras merah, aneka sayuran, buah naga, pisang, jambu kristal, manggis dan salak. Dari ke 21 kelompoktani/pelaku usahatani organik tersebut semuanya telah mendapat sertifikat dari Lembaga Sertifikasi Organik resmi yaitu LESOS, tapi saat ini perlu dilakukan perpanjangan masa berlakunya mengingat masa berlaku sertifikat organik selama 3 tahun  dari waktu terbitnya.

Masalah yang timbul dalam pemasaran produk pangan organik adalah adanya keragu-raguan konsumen. Tidak sedikit pula produsen/pedagang yang mengklaim produknya adalah organik. Untuk itu perlu pemahaman bahwa pangan organik bukan produk tetapi merupakan suatu proses, yang ditunjukkan dengan adanya jaminan berupa sertifikat/label organik dari lembaga sertifikasi organik resmi seperti LSO. Terkait dengan sertifikat / label organik telah ditetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Sistim Pangan Organik (Peraturan Menteri Pertanian No : 58/Permentan/OT.140/8/2007 tentang Pelaksanaan Sistem Standarisasi Nasional Bidang Pertanian); sebagai tindak lanjut PP No : 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Dalam melaksanakan kewenangan mengatur, membina dan atau mengawasi kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan segar, ditingkat pusat telah dibentuk Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Pusat (OKKP-P) dan di Provinsi Bali juga telah dibentuk Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKP-D) dengan Keputusan Gubernur Bali (No : 670/03-K/HK/2010). OKKP-D tersebut disamping melaksanakan pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan produk tanaman pangan dan hortikultura, juga melakukan pelayanan sertifikasi (khususnya prima 2 dan 3).