Pengenalan dan Pengendalian Jamur Akar Putih (JAP) pada Tanaman Jambu Mete (Rigidoporus lignosus Imazeki)

Oleh :
IR. I KETUT SOMA
POPT MADYA

Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale Linn.) pengembangannya diarahkan ditanam dilahan kritis/kering, karena mempunyai peranan secara ekonomis dan rehabilitasi lahan, sehingga selain mendukung upaya pengentasan kemiskinan dan peninhkatan pendapatan petani, juga berfungsi dalam mendukung konservasi lahan.

Pengembangan tanaman mete di Indonesia seringkali terkendala oleh adanya serangan jamur akar putih (JAP) yang disebabkan oleh Rigidoporus lignosus Imazeki. Penyebaran JAP cukup pesat bila tidak dikendalikan dan dapat mengakibatkan kematian pada tanaman mete di lahan kering, sehgingga produksi tanaman mete akan menurun. JAP menyerang tanaman mete mulai pembibitan sampai tanaman tua. Puncak serangan terjadi pada umur tanaman 3-4 tahun. Oleh karena itu, pengendalian JAP harus dimulai sejak tanaman masih di pembibitan.

Salah satu teknologi pengendalian JAP adalah penggunaan agen pengendali hayati (APH) Trichoderma spp. Namun berdasarkan kondisi ekologis dan geografis pertanaman mete, teknologi pengendalian yang dianggap sesuai untuk dikembangkan adalah aplikasi Trichoderma spp. Yang dikombinasikan dengan teknologi adaptasi kekeringan (irigasi tetes) yang bertujuan :

  • Memberikan pengairan/menjaga kelembaban daerah perakaran tanaman pada saat musim panas.
  • Menjaga agar lingkungan mikro tanah sesuai untuk pertumbuhan Trichoderma spp.
Gambar : Bagian leher akar jambu mete yang diselimuti miselium jamur

Gejala serangan

  • Gejala serangan pada tanaman baru tampak bila penyakit sudah parah
  • Tanaman mete mati mendadak seperti tersiram air panas pada musim hujan
  • JAP kadang membentuk badan buahmirip topi berwarna jingga kekuningan pada pangkal akar
  • Apabila perakaran dibuka maka pada permukaan akar terdapat rizomorf semacam benang-benang berwarna putih kekuningan dan pipih menyerupai akar rambut yang menempel kuat dan sulit dilepas
  • Gejala lanjut, akar akan membusuk, lunak dan berwarna coklat.
  • Terbentuk buah lebih awal pada tanaman muda yang seharusnya belum waktunya berbuah dan bertajuk tipis
  • Daun berwarna hijau gelap kusap dan keriput, permukaan daun menelungkup.

Deteksi Dini

  • Deteksi adanya serangan JAP dapat dilakukan dengan cara menutup leher akar pohon yang dicurigai dengan serasah daun (mulsa)
  • Setelah 3 (tiga) minggu pada leher akar pohon sakit akan tumbuh miselium jamur berwarna putih

Pengendalian JAP

Aplikasi Trichoderma spp.

  • Efektivitas Trichoderma spp. Akan meningkat jika dilakukan pemberian mikoriza saat dipembibitan, dengan dosis 20 gram/pohon (dilakukan sekali, seumur tanaman)
Gambar : Bibit jambu mete yang mendapat perlakuan stressing (sumber foto : soma)
  • Aplikasi susulan dengan pemberian Trichoderma spp. (3-4 minggu setelah aplikasi mikoriza). Pemberian Trichoderma spp. Dengan dosis :
  1. 50 gram untuk bibit/pohon
  2. 100-150 gram/pohon untuk tanaman belum menghasilkan (berumur 2-4 tahun)
  3. 150-200 gram/pohon untuk tanaman menghasilkan (di atas 4 tahun) atau untuk tanaman sudah terserang berat oleh JAP.
  • Bila PH tanah di atas 5, maka ditambahkan belerang dengan dosis 50 gram belerang untuk tanaman belum menghasilakn dan 100 gram belerang untuk tanaman yang sudah menghasilkan, dengan cara menebarkan pada bagian leher akar yang telah dibuka.
  • Penambahan belerang selain untuk menurunkan pH tanah, juga dapat membunuh pathogen dan sesuai untuk perkembangan musuh alaminya.
  • Pada pertanaman mete yang memiliki pH tanah di atas 5, dan belum diaplikasi mikoriza pada saat dipembibitan, maka pemberian mikoriza dilakukan 2 minggu setelah aplikasi belerang.
  • 3 minggu kemudian, pemberian Trichoderma spp. Ditaburkan disekitar/dekat perakaran tanaman mete bersamaan dengan pupuk organic 20 kg/pohon, kemudian diaduk sampai merata.
  • untuk menjaga kelembaban, pemberian mulsa organic dilakukan dengan cara membumbunkannya pada daerah perakaran secara melingkar di sekitar leher akar 2-4 kg/pohon

Aplikasi Irigasi Tetes

  • Pembuatan irigasi tetes dilaksanakan dengan pemasangan botol bekas air mineral atau bamboo sebanyak 1-3 buah/pohon.
  • Di bagian bawah botol /bamboo dibuat lubang kecil untuk meneteskan air yang adapat membasahi daerah perakaran pohon
  • Botol/bambu berisi air dibenamkan dalam tanah agar air dalam botol/bamboo tidak cepat menguap akibat udara/cuaca panas.
  • Pengisian air pada setiap botol/bamboo dilakukan apabila air dalam botol/bamboo telah habis, terutama pada bulan-bulan kering.