Pola Kemitraan Inti Plasma Dalam Usaha Peternakan Babi

Oleh:
I Wayan Suarjana, S.TP
Calon Analis Pasar Hasil Pertanian-Ahli Pertama
NIP. 199412112020121005

Berbicara kebutuhan protein hewani, daging babi merupakan salah satu jenis daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat di Provinsi Bali. Hal ini tidak terlepas dari adat dan budaya masyarakat Bali yang banyak menggunakan daging babi sebagai pelengkap dalam pelaksanaannya. Selain itu, memelihara babi sudah menjadi kebiasaan bahkan tradisi di setiap keluarga terutama di daerah perdesaan. Berkaca dari kebutuhan yang ada dan latar belakang budaya tersebut, banyak bermunculan peternak-peternak babi dalam skala kecil maupun besar hampir di semua kabupaten di Bali. Kemunculan usaha peternakan babi ini menjadi angin segar sebagai penyeimbang sumber pendapatan masyarakat Bali yang didominasi berasal dari sektor pariwisata.

            Sektor peternakan babi di Provinsi Bali secara umum dihadapkan oleh berbagai kendala klasik yang membutuhkan penanganan lebih lanjut. Kendala yang dimaksud antara lain: 1) modal usaha terbatas, teknologi yang digunakan masih konvensional, kurang optimalnya pemenuhan 3K (kualitas, kuantitas dan kontinuitas) produksi, kesulitan pemasaran dan skala usaha yang kecil. Kendala-kendala tersebut harus dijawab dengan solusi tepat sehingga keberlangsungan usaha peternakan babi bisa dijaga. Titik pentingnya yakni bagaimana cara kita untuk mengubah kendala (risiko) tersebut menjadi peluang yang menjanjikan.

Sumber: Balipost.com

Peternakan Babi di Provinsi Bali sebagian besar merupakan peternakan rakyat dengan manajemen usaha yang sangat sederhana. Suparta (2005) menegaskan kembali bahwa sektor peternakan dan pertanian di Indonesia skala usahanya kecil-kecil karena dibatasi oleh luasan lahan yang sempit, modal terbatas selain penguasaan teknologi peternakan yang efektif dan efisien belum merata sehingga cara terbaik untuk meningkatkan daya saing dan kemampuan agribisnisnya yakni dengan pola kemitraan. Hulu-hilir usaha peternakan rakyat dilakukan secara individual sehingga sangat rentan dengan berbagai risiko usaha utamanya risiko fluktuasi harga sapronak dan instabilitas harga jual babi siap panen. Berkaca dari berbagai risiko yang ada, diperlukan upaya mitigasi yang tepat untuk memberikan kepastian usaha yang lebih baik bagi peternak. Upaya mitigasi yang bisa dilakukan salah satunya dengan strategi kemitraan inti plasma yang melibatkan perusahaan/pihak penyedia sapronak (sarana produksi peternakan) sekaligus penyalur komoditas ke pasaran dan peternak sebagai pelaksana usaha ternak di lapangan.
Kemitraan inti plasma dalam sektor peternakan telah banyak diterapkan pada peternakan ayam broiler. Hal yang sama juga dapat diterapkan pada usaha peternakan yang lain seperti peternakan babi. Hal ini sangat memungkinkan untuk dilakukan lebih luas mengingat kebutuhan babi di Bali dan luar Bali yang tinggi dari waktu ke waktu. Suparta dalam Budiartha (2016) menyatakan bahwa kemitraan inti plasma merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha sebagai plasma dan perusahaan sebagai inti. Setiap pihak dalam bentuk kemitraan ini menyepakati berbagai hal (hak dan kewajiban) terkait dengan pelaksanaan kerja sama.

Sumber: Tribun-bali.com

Perusahaan mitra bertindak sebagai inti memberikan pelayanan dalam bentuk pelayanan teknis, pemasaran hasil produksi, perhitungan laba rugi usaha, penyedia sarana produksi peternakan (Febriandika et al., 2017). Pelayanan ini juga sebagai media transfer teknologi dan informasi berkenaan dengan manajemen peternakan yang baik untuk memenuhi kualitas, kuantitas dan kontinuitas produksi. Mengacu pada Febriandika et al (2017), pengusaha (inti) berkewajiban untuk:
a. Menyediakan sarana produksi sapronak (sarana produksi peternakan) seperti bibit babi, pakan dan obat-obatan. Sarana produksi yang diberikan oleh inti dengan sistem kredit atau pinjam dimana pelunasannya dilakukan dengan mengurangi penerimaan yang diperoleh peternak plasma dalam satu kali produksi;
b. Memberikan pelayanan teknis berupa pengawasan, pembinaan dan dorongan agar peternak menjalankan usaha peternakannya sesuai dengan standar yang ditentukan;
c. Memasarkan hasil produksi sesuai dengan metode pemasaran yang dijalankan perusahaan inti;
d. Memberikan jaminan harga sesuai dengan kesepakatan (kontrak harga);
e. Membuat perhitungan laba rugi untuk membantu peternak mengetahui kinerja dari usaha yang dijalankannya.

Sedangkan peternak (plasma) adalah rekanan perusahaan (inti) berkewajiban untuk:


a. Memiliki fasilitas kandang, lahan, peralatan pendukung termasuk sumber daya manusia (pekerja) menjadi tanggung jawab peternak;
b. Memelihara babi dengan baik agar mendapat hasil produksi sesuai dengan harapan;
c. Memberikan informasi budidaya ternak (babi) ke perusahaan inti antara lain informasi kondisi ternak dan kegiatan pemeliharaan.

Lebih jauh, Suparta (2005) memberikan prasyarat utama keberhasilan hubungan kemitraan usaha peternakan khususnya babi antara lain:

  1. Jujur
    Kedua belah pihak harus bersikap terbuka berkenaan dengan hubungan kemitraan yang dijalankan;
  2. Disiplin
    Baik pihak inti dan plasma harus disiplin dalam menjalankan kewajiban dan hak;
  3. Kerja keras
    Kedua belah pihak harus bekerja keras untuk membangun usaha yang saling menguntungkan;
  4. Konsekuen
    Kedua belah pihak harus teguh pada prinsip kemitraan yang disepakati bersama;
  5. Konsisten
    Harus konsisten dalam menjalankan kesepakatan yang disepakati bersama;
  6. Komunikatif
    Kedua belah pihak harus menjaga komunikasi yang harmonis;
  7. Perjanjian kesepakatan
    Perjanjian kesepakatan dibuat berdasarkan poin-poin penting yang telah disepakati dalam segala aspek. Ada baiknya perjanjian kesepakatan ini dibuat dalam bentuk surat/dokumen perjanjian bermeterai cukup.

Dalam menjalankan usaha kemitraan ini, perusahaan dan peternak melakukan koordinasi vertikal dengan prinsip saling membutuhkan, menguntungkan dan saling menguatkan yang dilandasi oleh penerapan etika bisnis (Budiartha, 2016). Penerapan prinsip-prinsip tersebut akan memberikan dampak positif untuk kedua belah pihak terutama dalam kaitan memitigasi risiko usaha. Resiko usaha peternakan yang tinggi menjadi momok bagi peternak kecil dengan modal terbatas, pangsa pasar sempit maupun teknologi budidaya yang masih belum ter-update. Sehingga bentuk kemitraan inti plasma menjadi salah satu jalan keluar untuk memberdayakan peternak dan bentuk efisiensi usaha dari perusahaan inti dibandingkan mereka menyediakan dan menjalankan sendiri usahanya.

Kepustakaan:

Budiartha, I Wayan. 2016. Pola Kemitraan Agribisnis Peternakan Babi dan PT. Charoen Pokphand. Denpasar: Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Febriandika, Bayu., Iskandar, Sutarmo., Afriyatna, Sisvaberti. 2017. Studi Pola Kemitraan Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging (Broiler) di Desa Gelebak dalam Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin. Palembang: Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang. Societa VI-1: 57-65, Juni 2017.

Suparta, N. 2005. Pendekatan Holistik Membangun Agribisnis. Cetakan I. Denpasar : Bali Media Adhikarsa.