Potensi Bakteri untuk Produktivitas Lahan Pertanian

Oleh:
Putu Sugita,S.P., M.P.
POPT Madya

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki kondisi lingkungan, sumber daya alam, dan sumber daya manusia yang sangat potensial untuk pertanian. Oleh karena itu, kegiatan pertanian merupakan salah satu kekuatan ekonomi kita, sebab dari dunia pertanian itulah produksi pangan yang menghidupi seluruh bangsa Indonesia ini berasal. Karena jumlah penduduk makin bertambah dan kebutuhan pangan senantiasa menjadi tuntutan kebutuhan mutlak setiap orang, maka produksi pertanian haruslah terus-menerus dikembangkan dan ditingkatkan (Aak, 1989).

Dalam praktiknya, produksi lahan pertanian dapat menurun akibat dari kerusakan lahan pertanian. Kerusakan tanah pertanian merupakan isu penting karena umumnya tidak dapat diperbaiki terutama pada sifat biologi dan fisika tanah. Penelitian dan publikasi mengenai kerusakan tanah pertanian khususnya tanah budidaya sayuran di dataran tinggi masih terbatas. Jenis penggunaan lahan tersebut tersebar luas di Indonesia dan potensial mengalami kerusakan tanah. Kerusakan tanah dikhawatirkan berdampak negatif terhadap komunitas mikroba tanah yang sensitif terhadap perubahan lingkungan, misalnya bakteri pelarut fosfat.

Tanah sebagai media tanam terdiri atas empat komponen, salah satunya adalah bahan organik, dimana kandungan bahan organik tanah dapat digunakan sebagai indikator kesuburan tanah. Penggunaan pupuk kimia dapat menyebabkan penurunan kualitas tanah dan air. Hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pupuk kimia dalam jumlah yang sama dari tahun ke tahun tidak meningkatkan produktivitas. Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus dengan dosis yang meningkat setiap tahunnya justru dapat menyebabkan tanah menjadi keras dan keseimbangan unsur hara tanah terganggu. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan menerapkan sistem pertanian organik (Pranata, 2010). Sehingga perlu upaya mendorong para petani untuk pengembangan pupuk organik dan pupuk hayati sebagai alternatif dari masalah tersebut.

Kandungan bahan organik yang rendah dapat ditingkatkan dengan memperkaya kondisi tanah dengan mikroba pupuk hayati, meningkatkan volume bahan organik, mengurangi pupuk kimia dan menghindari pembakaran sisa panen. Penerapan sistem pengolahan hara terpadu dengan cara pemanfaatan pupuk organik dan pupuk hayati dapat meningkatkan produktivitas lahan. Hal ini karena pada daerah perakaran tanaman terdapat bakteri rhizobacteria dari kelompok Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) sekitar 2 – 5%. PGPR merupakan sekelompok bakteri yang berasal dari tanah, yang secara aktif mengkolonisasi perakaran tanaman (rhizosfer) sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung.

Oleh sebab itu, keberadaan mikroorganisme dalam tanah melalui pupuk hayati merupakan salah satu bahan yang sangat penting dalam upaya mempertahankan, meningkatkan serta memperbaiki kesuburan tanah.

Rizobakteri pemacu tumbuh tanaman (RPTT) atau populer disebut plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) adalah kelompok bakteri menguntungkan yang agresif ‘menduduki’ rizosfir (lapisan tanah tipis antara 1-2 mm di sekitar zona perakaran). Aktivitas PGPR memberi keuntungan bagi pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengaruh langsung PGPR didasarkan atas kemampuannya menyediakan dan memobilisasi atau memfasilitasi penyerapan berbagai unsur hara dalam tanah serta mensintesis dan mengubah konsentrasi berbagai fitohormon pemacu tumbuh. Sedangkan pengaruh tidak langsung berkaitkan dengan kemampuan PGPR menekan aktivitas patogen dengan cara menghasilkan berbagai senyawa atau metabolit seperti antibiotik dan siderophore (Kloepper et al., 1991; Glick, 1995).

Berbagai jenis bakteri telah diidentifikasi sebagai PGPR yang sebagian besar berasal dari kelompok gram-negatif dengan jumlah strain paling banyak dari genus Pseudomonas dan beberapa dari genus Serratia (Kloepper, 1993). Selain kedua genus tersebut, dilaporkan antara lain dari genus Azotobacter, Azospirillum, Acetobacter, Burkholderia, dan Bacillus (Glick, 1995). Meskipun sebagian besar Bacillus (gram-positif) tidak tergolong pengkoloni akar, beberapa strain tertentu dari genus ini ada yang mampu melakukannya, sehingga bisa digolongkan sebagai PGPR. Kemajuan nyata yang diperoleh dari penelitian pemanfaatan PGPR bagi tanaman telah meningkatkan antusias peneliti untuk mempopulerkan PGPR sebagai agen penting dalam sistem produksi pertanian yang ramah lingkungan, karena penggunaan PGPR akan mengurangi pemakaian senyawa kimia sintetis berlebihan, baik dalam penyediaan hara tanaman (biofertilizers) maupun dalam pengendalian patogen tular tanah (bioprotectants).

Di Indonesia, berbagai jenis bakteri yang termasuk dalam kategori PGPR banyak dijumpai dalam kandungan berbagai jenis/merek pupuk hayati majemuk komersial (pupuk hayati majemuk yang mengandung lebih dari satu jenis/strain mikroba). Diantaranya adalah bakteri penambat N hidup bebas dan bakteri pelarut P yang juga mampu menghasilkan hormon pertumbuhan.

Fungsi dan Mekanisme PGPR

Secara umum, fungsi PGPR dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dibagi dalam tiga kategori, yaitu:

  1. sebagai pemacu/perangsang pertumbuhan (biostimulants) dengan mensintesis dan mengatur konsentrasi berbagai zat pengatur tumbuh (fitohormon) seperti asam indol asetat (AIA), giberellin, sitokinin, dan etilen dalam lingkungan akar;
  2. sebagai penyedia hara (biofertilizers) dengan menambat N2 dari udara secara asimbiosis dan melarutkan hara P yang terikat di dalam tanah; dan
  3. sebagai pengendali patogen berasal dari tanah (bioprotectants) dengan cara menghasilkan berbagai senyawa atau metabolit anti patogen seperti siderophore, β-1, 3- glukanase, kitinase, antibiotik, dan sianida (Kloepper, 1993).

Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) dapat memiliki manfaat sebagai biostimulant, biofertilizer dan bioprotectant sekaligus (Mulyadi, 2018). Bioprotectant merupakan kemampuan PGPR dalam menekan aktivitas patogen. Penelitian yang dilakukan oleh Taufik, et al. (2010) menyatakan jika PGPR memiliki kemampuan dalam menginduksi ketahanan tanaman cabai terhadap infeksi Cucumber Mosaik Virus (CMV) sebagai salah satu bentuk bioprotectant. Pengendalian penyakit akibat virus umumnya sulit untuk dilakukan. Virus mudah tersebar dan dapat hidup pada serangga vektor. PGPR dapat menekan terjadinya penyakit pada tanaman melalui mekanisme induksi ketahanan secara sistemik atau menghasilkan hormon tumbuh.

PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) adalah mikroba tanah yang berada di sekitar akar tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam memacu pertumbuhan serta perkembangan tanaman (Munees dan Mulugeta, 2014). Pengaruh langsung PGPR didasarkan atas kemampuannya menyediakan dan memobilisasi atau memfasilitasi penyerapan berbagai unsur hara dalam tanah serta mensintesis dan mengubah konsentrasi berbagai fitohormon pemacu tumbuh. Sedangkan pengaruh tidak langsung berkaitkan dengan kemampuan PGPR menekan aktivitas patogen dengan cara menghasilkan berbagai senyawa atau metabolit seperti antibiotik dan siderophore (Kloepper, 1993; Glick, 1995).

PGPR terdiri dari bakteri perakaran yang memiliki banyak manfaat. Efek menguntungkan dari rhizobakteri ini terhadap pertumbuhan tanaman terjadi secara langsung dan tidak langsung. Contoh manfaat positif terhadap tanaman secara langsung adalah sebagai pupuk hayati, stimulus pertumbuhan akar, rhizoremediasi, dan pengendalian stres tanaman. Mekanisme yang terjadi dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman inangnya memanfaatkan PGPR ada dua yaitu mekanisme langsung dan mekanisme tidak langsung.

Menurut Khalimi dan Wirya (2010) mekanisme PGPR dalam memacu pertumbuhan yaitu: (a) mampu menghasilkan atau mengubah konsentrasi fitohormon asam indolasetat (IAA), asam giberalat, sitokinin, dan etilen atau prekursornya (1-aminosiklopropena; ACC diaminase) di dalam tanaman, (b) antagonisme terhadap mikroba fitopatogen melalui produksi siderofor, glukanase, kitinase, selulase, antibiotika, dan sianida, c) pelarut fosfat mineral dan nutrisi 7 lainnya, d) mengatur produksi etilen pada perakaran, e) menurunkan ketoksinan logam berat. Keaktifan PGPR dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu: potensi kelembaban, tekanan oksigen, suhu, pH, kandungan lempung, daya larut ion, dan tahap organik tanah.

Mekanisme PGPR Secara Langsung

Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) adalah rhizobakteria yang berpengaruh meningkatkan pertumbuhan tanaman inangnya melalui mekanisme secara langsung. Mekanisme secara langsung adalah PGPR mampu memproduksi hormon pertumbuhan (fitohormon); meningkatkan fiksasi nitrogen pada tanaman kacang – kacangan; meningkatkan persediaan nutrisi lainnya seperti fosfor, sulfur, besi, dan tembaga, serta kolonisasi akar. Mekanisme secara langsung yang dapat dilakukan dengan fiksasi N biologis (BNF), pelarutan posfat dan produksi fitohormon.

Mekanisme PGPR Secara Tidak Langsung

Pengaruh PGPR secara tidak langsung dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman terjadi melalui penekanan fitopatogen yang dilakukan melalui mekanisme yang berbeda. PGPR sebagai bioprotektan, memberikan efek antagonis terhadap patogen tanaman melalui beberapa cara yaitu produksi antibiotik, siderofor, enzim kitinase, produksi hidrogen sianida (HCN), kompetisi sumber nutrisi, menginduksi ketahanan tanaman secara sistemik (Anzuay et al., 2015). Manfaat rhizobakteri yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui mekanisme secara tidak langsung yaitu dengan mengurangi keparahan penyakit melalui senyawa antibiosis, induksi resistensi sistemik dan kompetisi nutrisi dan ruang.

Mekanisme secara tidak langsung yang dapat dilakukan dengan produksi siderofor, produksi kitinase & glukanase, produksi antibiotic, induced systemic resistance (resistensi sistemik yang terinduksi), produksi penanda cekaman pada tanaman dan produksi ACC deaminase.

Pemanfaatan PGPR untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman   dan hasil panen diramalkan akan menjadi tren baru dalam pertanian di masa depan. Hal ini karena semakin langkanya pupuk   anorganik   akibat terbatasnya sumber energi dan semakin pekanya masyarakat akan bahaya penggunaan senyawa agrokimia sintetis   yang   berlebihan   yang   terkait dengan keamanan pangan dan lingkungan. Dengan demikian, pemanfaatan PGPR dalam sistem budi daya pertanian akan menjadi salah satu pilihan, terutama untuk komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi dan input tinggi seperti sayuran dan buah-buahan.

Beberapa PGPR sudah dikomersialkan dan instrumen pengendalian mutu berserta lembaganya terus dikembangkan. Di Indonesia, penelitian RPTT penyedia hara, pemacu tumbuh, dan pengendali patogen juga sudah lama berkembang. Namun penelitian PGPR secara khusus dan terpadu masih sangat diperlukan untuk meningkatkan efektivitas pemanfaatannya di lapangan. Tidak seperti   senyawa    agrokimia    sintetis    yang    fungsi    dan    pengaruhnya relatif sama di berbagai kondisi tanah dan lingkungan, mikroba memiliki tanggap (respon) yang relatif berbeda untuk tiap rentang kondisi lingkungan yang berbeda (Glass, 1993). Beragamnya jenis dan karakteristik tanah, tingkat pengelolaan tanah, dan jenis tanaman yang diusahakan merupakan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih dan mengembangkan suatu PGPR, sehingga PGPR yang dihasilkan benar-benar memiliki daya saing tinggi yang mampu hidup dan berkembang biak di berbagai lingkungan yang rentang kondisinya relatif lebar (beragam).

Karakteristik tanah di daerah tropika seperti di Indonesia   sangat berbeda dengan tanah-tanah di daerah empat musim. Untuk itu, validasi dan modifikasi terhadap berbagai metode uji RPTT di laboratorium (termasuk media uji) yang diadopsi dari negara-negara yang kondisi tanahnya berbeda dengan di Indonesia perlu dilakukan untuk efektivitas pemanfaatannya di lapangan.

Petani diharapkan untuk meningkatkan pemahaman mengenai potensi bakteri fungsional yaitu rhizobacteria (PGPR) dalam meningkatkan kualitas lahan dan produktivitas hasil lahan melalui bimbingan dan penyuluhan yang dapat diberikan oleh pihak-pihak seperti penyuluh pertanian.

DAFTAR PUSTAKA

Aak, K. 1989. Kacang Tanah dan Kedelai. Yogyakarta: Kanisius.

Ahmad, M., and Kibret, M. 2014. Mechanisms and applications of plant growth promoting rhizobacteria: Current perspective. Journal of King Saud University-Science, 26(1), 1-20.

Anzuay, M. S., Frola, O., Angelini, J. G., Ludueña, L. M., Ibañez, F., Fabra, A., & Taurian, T. (2015). Effect of pesticides application on peanut (Arachis hypogaea L.) associated phosphate solubilizing soil bacteria. Applied Soil Ecology, 95, 31–37. https://doi.org/10.1016/j.apsoil.2015.05.003

Aryanto A, Triadiati, Sugiyanta. 2015. Pertumbuhan dan produksi padi sawah dan gogo dengan pemberian pupuk hayati berbasis bakteri pemacu tumbuh di tanah masam. J Ilmu Pertan Indones. 20(3):229-235.

Asniah, C.R., Tresjia., W. Sri, dan H.S. Gusnawaty. 2013. Karakterisasi Biokimiawi Rizobakteri Asal Gulma Berdaun Lebar yang Berpotensi sebagai Deleterious Rhizobacteria. Jurnal Agroteknos, 3 (3): 179-183.

Barnwal M, Sk R, Chhabra S, Nanda S. Histomorphometry of Umbilical Cord and its Vessels in Pre- Eclampsia as Compared to Normal Pregnancies. NJOG. 2012;7(1):28-31.

Compant S, B. Reiter, A. Sessitsch, J. Nowak, C. Clément and E.A. Barka. 2005. Endophytic colonization of Vitis vinifera L. by plant growth-promoting bacterium Burkholderia sp. strain PsJN. Appl. Environ. Microbiol. 71 (4) 1685 – 1693.

Glass, D.J. 1993. Commercialization of soil microbial technologies. p. 595- 618. In F.B. Meeting, Jr. (Ed.). Soil Microbial Ecology, Applications in

Agricultural and Environmental Management. Marcel Dekker, Inc. New York.

Glick, B.R dan J.J. Pasternak. 2003. Molecular Biotechnology. ASM Press: Washington, D.C.

Glick, B.R. 1995. The enhancement of plant growth by free-living bacteria. Can.

J. Microbiol. 4: 109-117.

Glick, B.R., Z. Cheng, J. Czany, J. Duan. 2007. Promotion of Plant Growth by ACC Deaminase-Producing Soil Bacteria. Eur J Plant Pathol 119: 329-39.

Kloepper, J.W. 1993. Plant growth-promoting rhizobacteria as biological control agents. p. 255-274. In F.Blaine Metting, Jr. (Ed.). Soil Microbiology Ecology, Applications in Agricultural and Environmental Management. Marcel Dekker, Inc., New York.

Kurniaty, R., Bustomi, S., & Widyati, E. (2013). Penggunaan rhizobium dan mikoriza dalam pertumbuhan bibit kaliandra (Calliandra callothyrsus) umur 5 bulan. Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan, 1(2), 71–81.

Munees, A. and Mulugeta, K. 2014. Mechanism and applications of plant groeth promoting rhizobacteria. Journal of King Saud University- Science 26 (1): 1-20.

Musnamar, E. I. 2003. Pupuk Organik Padat: Pembuatan dan Aplikasinya.

Jakarta: Penebar Swadaya.

Pranata, Ayub S. 2010. Meningkatkan Hasil Panen Dengan Pupuk Organik.

AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Ramamoorthy, V., R. Viswanathan, T. Raguchander, V. Prakasam, R. Samiyappan. 2001. Induction of Systemic Resistance by Plant Growth Promoting Rhizobacterian Crop Plants Against Pests and Diseases. Crop Protection. 20: 1-11. http://rvrmoorthy.tripod.com/crop_protection.pdf [16

Januari 2016].

Rupaedah, Bedah., Debby, V. A., Reni I., Nia, Asiani., Bambang S., Asep, Ali., Abdul, Wahid., Taufiq, Firmansyah & Mahmud Sugianto. 2018. Aktivitas

Stenotrophomonas rhizophila dan Trichoderma sp. dalam Menghambat Pertumbuhan Ganoderma boninense. Jurnal Bioteknologi dan Biosains Indonesia,        5(1),                                pp.53–63.        Available                 at: ejurnal.bppt.go.id%3Eindex.php%3EJBBI%3Earticle%3Edownload%3Ep df.

Saha J., Das M.C., Biswas A., Chowdhury M., 2014, Screening Antimicrobial Susceptibility of Gentamicin, Vancomycin, Azithromycin,Chloramphenicol and Cefotaxime Against Selected Gram Positive and Gram Negative Bacteria, International Journal of Pharma Research and Health Sciences, 2 (4), 324- 331.

Shruti K, Arun K, Yuvnet R. 2013. Potential plant growth-promoting activity of rhizobacteria Pseudomonas sp. in Oryza sativa. J Nat Prod Plant Res. 3(4):38-50.

Sorensen, J., Jensen, L. E., and Nybroe, O. 2001. Soil and rhizosphere as habitats forPseudomonas inoculants: New knowledge on distribution, activity and physiological state derived from micro-scale and single-cell studies. Plant Soil.

Suliasih, S.Widawati dan A. Muharam, 2010. Aplikasi Pupuk Organik dan Bakteri Pelarut Fosfat untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Tomat danAktivitas Mikroba Tanah. J. Hort.20(3):241- 246.

Sureshbabu J, Venugopalan P, Abuhammur W. Shigella Infection Medication [Internet]. Medscape. 2018 [cited 26 October 2018]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/968773-medication

Sutariati GAK. 2006. Perlakuan Benih dengan Agens Biokontrol untuk Pengendalian Penyakit Antraknosa, Peningkatan Hasil dan Mutu Benih Cabai. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Taufik, M, et al. 2010. Mekanisme Ketahanan Terinduksi oleh Plant Growth Promotting Rhizobacteria (PGPR) pada Tanaman Cabai Terinfeksi Cucumber Mosaik Virus (CMV). J. Hort. 20(3):274-283, 2010.