Atasi Jamur Akar Putih Cengkeh Dengan Pengendalian Hama Terpadu

Oleh : Ir. Anang Priyono, M.Si
Kepala UPTD Laboratorium Perlindungan Tanaman Perkebunan

Berdasarkan data statistik Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Tahun 2020 diketahui bahwa luas areal penanaman cengkeh di Buleleng yaitu 8.086,07 Ha dengan jumlah produksi 1.749,68 Ha  (Sumber : Angka Sementara Tahun 2020). Hal ini merupakan potensi strategis pengembangan cengkeh sebagai komoditas unggulan di Kabupaten Buleleng dalam menggerakan perekonomian masyarakat di perdesaan. Umur tanaman cengkeh yang panjang (300-400 tahun) juga salah satu alasan bahwa tanaman cengkeh mendatangkan keuntungan yang menjanjikan bagi pendapatan petani. OPT merupakan faktor pembatas bagi produktifitas dan produksi tanaman cengkeh. OPT utama yang menyerang tanaman cengkeh antara lain Jamur Akar Putih (JAP), Cacar Daun Cengkeh (CDC), kumbang bunga cengkeh, penggerek batang cengkeh, Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC). Permasalahan  OPT utama yang dihadapi di Kabupaten Buleleng yaitu adanya serangan Jamur Akar Putih (JAP). 

Pada tahun 2020 ini, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (UPTD Laboratorium Perlindungan Tanaman Perkebunan Provinsi Bali dengan pelaksana kegiatan Laboratorium Hayati dan Pestisida Nabati) melalui anggaran Direktorat Jendral Perkebunan melakukan kegiatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) utamanya JAP pada tanaman cengkeh yang sesuai dengan pola pembangunan Bali yang ditetapkan oleh Gubernur yaitu “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” dengan misi mewujudkan kemandirian pangan, meningkatkan nilai tambah dan daya saing pertanian serta meningkatkan kesejahteraan petani. Ir. Ida Bagus Wisnuardhana, M.Si selaku Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali mengatakan, “Harapan utama dalam kegiatan ini agar petani pelaksana dapat terus menerapkan dan menularkan ilmu terapan teknologi pengendalian ke petani lainnya sesuai dengan arahan dan pendampingan dari dinas. Pembangunan perkebunan kedepan akan difokuskan di wilayah Buleleng, karena potensi perkebunan terluas wilayah Bali terdapat di Kabupaten Karangasem, Jembrana dan Buleleng.”

“Dalam kegiatan ini, petani diajak mengidentifikasi gejala serangan JAP, mempraktekkan serta menerapkan teknologi pengendalian dengan penggunaan Metabolit Sekunder (MS) Trichoderma sp. serta petani wajib menyisihkan minimal 10% dari hasil penjualan panen untuk penerapan teknologi pengendalian JAP cengkeh,” ujar Ir. Anang Priyono, M.Sc (Kepala UPTD Laboratorium Perlindungan Tanaman Perkebunan). Praktek pengendalian dilakukan dengan infus akar, oles atau siram serta mengevaluasi hasil praktek pengendalian selama 3 kali pertemuan diakhiri dengan kegiatan field day / temu lapang yang diselenggarakan pada Selasa, 25 Agustus 2020 di Gedung Serba Guna, Desa Gesing, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Pembukaan field day / temu lapang, dihadiri oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng yang diwakili oleh Kepala Bidang Perkebunan Kabupaten Buleleng, I Putu Oka Sastra, SP., M.MA sekaligus membuka acara, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali yang diwakili Ir. Anang Priyono, M.Si, Kepala UPTD Laboratorium Perlindungan Perkebunan Provinsi Bali berserta segenap jajarannya, narasumber dari ahli teknis dan universitas, PPL pendamping, Pengendali OPT serta seluruh petani peserta kegiatan Subak Abian Wiratani I dan Subak Abian Wiratani II.

Kegiatan pengendalian JAP Cengkeh dialokasikan di 1 Desa yaitu Desa Gesing, dengan luasan pengendalian masing-masing 50 Ha. Petani peserta tiap desa sejumlah 50 orang dengan alat serta bahan pengendalian yang diserahkan berupa bahan membuat metabolit sekunder, Isolat APH Trichoderma, Air Kelapa, Gula Merah, Jirigen, Kompor dan Perlengkapannya, Hand Sprayer, Beras Murni, Alat Pengocok/Shaker.

Adapun gejala serangan Jamur Akar Putih (JAP) yang disebabkan oleh Rigidoporus lignosus antara lain daun tampak kusam, kurang mengkilat, dan melengkung ke bawah (daun yang sehat berbentuk seperti perahu), pada tanaman dewasa, daun gugur diikuti dengan matinya ranting yang menyebabkan tanaman mempunyai mahkota yang jarang. Tanaman yang sakit kadang-kadang membentuk bunga dan buah sebelum masanya. Selanjutnya pada stadia lanjut akar membusuk, sehingga pohon mudah rebah. Untuk deteksi dini, sekitar pangkal batang bila ditutup mulsa/seresah akan terdapat benang-benang miselium jamur (rizomorf) berwarna putih menjalar sepanjang akar. Penyebaran : melalui aliran air tanah, kontak akar tanaman sehat dengan tanaman sakit, sisa perakaran atau tunggul tanaman sakit, alat-alat pertanian dan benih. Penyakit ini baru terdeteksi di Bali dan NTB. “Namun jika diamati lebih lanjut di wilayah kebun percobaan, gejala penyakit yang nampak pada bagian atas tajuk tanaman lebih dominan disebabkan oleh jamur Schizopyllum commune, “ ujar Dr. IGN Alit Susanta Wirya (narasumber dari Universitas Udayana).

Menurut Dr. IGN Alit Susanta Wirya (narasumber Universitas Udayana), JAP sifatnya saprofit yang akan menyerang pada tanaman yang kondisinya lemah dan lama-kelamaan akan menjadi parasit. Pemicu utama permasalahan JAP yaitu selain faktor cuaca juga disebabkan oleh kondisi tanaman yang rentan dan masih dilakukannya pengambilan daun cengkeh oleh petani. Pupuk kandang juga harus diberikan minimal 2 kali selama musim tanaman cengkeh untuk meningkatkan daya tahan tanaman cengkeh terhadap serangan JAP.

“Selain itu, berdasarkan hasil penerapan teknologi pengendalian yang dilakukan, teknik yang paling efektif yaitu dengan penggunaan MS oles di akar dan infus akar. Daun serta cabang ranting baru mulai tumbuh. Pendampingan agar terus dilakukan oleh dinas baik provinsi maupun kabupaten serta saya telah melakukan penyisihan biaya 10% dari harga jual panen cengkeh yang dialokasikan untuk biaya pemeliharaan dan budidaya tanaman cengkeh.” ujar I Made Ngawi, petani perwakilan pelaksana kegiatan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu JAP Cengkeh.