Mengenal Hama Wereng Pucuk Mete (Sanurus indecora) pada Jambu Mete

Oleh :
I Dewa Ayu Yona Aprianthina, SP. M.Sc
Pengendali OPT ahli Muda

Jambu mete merupakan komoditas perkebunan yang memiliki nilai penting dalam perekonomian Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak mengekspor jambu mete dalam bentuk gelondong. Jambu monyet/jambu mede/jambu mete (Anacardium occidentale) merupakan tanaman yang berasal dari Brazil. Bagian tanaman jambu mete yang dapat dimanfaatkan yaitu biji yang dapat dikonsumsi langsung maupun diaplikasikan dengan produk makanan lainnya juga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan permen karet (Wikipedia, 2020). Kacang mete juga dapat diekstrak minyak yang berkualitas tinggi. Sejenis minyak juga dihasilkan dari cangkang buah mete (CNSL, cashew nut shell liquid), yang dipakai dalam industri dan juga sebagai bahan untuk mengawetkan kayu atau jala. Kulit biji dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan unggas. Buah semu jambu mete memungkinkan untuk dikembangkan sebagai sirup atau difermentasi untuk mendapatkan jenis minuman beralkohol.


Jambu mete dapat tumbuh pada ketinggian 1-1.200 mdpl dengan optimum pada ketinggian 700 mdpl. Daerah yang paling sesuai untuk budidaya jambu mete, berdasarkan curah hujannya yaitu daerah dengan curah hujan rata-rata 1.000-2.000 mm/tahun dengan 4-6 bulan kering (<60 mm). Berdasarkan jenis tanahnya, jenis tanah yang paling cocok untuk pertumbuhan tanaman jambu mete yaitu tanah berpasir, tanah lempung berpasir, dan tanah ringan berpasir. Berdasarkan data statistik Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali tahun 2019, potensi wilayah pengembangan jambu mete yaitu di Kabupaten Karangasem dengan luasan areal penanaman 9.299,03 Ha.

Salah satu OPT penting yang menyerang tanaman jambu mete yaitu Wereng Pucuk Mete. Hama ini cukup merusak tanaman jambu mete karena menghisap bagian tanaman yang muda (pucuk) seperti daun, tangkai bunga dan buah semu yang masih muda. Serangan pada umumnya terjadi pada saat menjelang pembungaan mulai bulan Mei-Juni dan memuncak pada bulan Agustus-September (Wiratno dan Siswanto, 2002). Jika populasi wereng tinggi, mengakibatkan bagian tanaman yang diserang menjadi kering. Jika tangkai bunga terserang dapat mengakibatkan buah tidak berkembang. Aktifitas penyerbukan juga dapat terganggu. Hama ini mengeluarkan eksresi semacam cairan yang lengket dan manis. Daun yang terkena eksresi tersebut mengundang tumbuhnya cendawan jelaga yang menutup permukaan daun yang dapat menghalangi proses fotosintesis sehingga tanaman tampak kusam, kotor dan merana (Supriadi et.al., 2002). Bagian tanaman yang terserang tidak terlihat rusak, namun bila kulitnya dikupas maka akan terlihat bintik kehitaman bekas tusukan stilet pada saat menghisap cairan makanan.

Biologi dan Morfologi

Gambar 3. Imago (dewasa) wereng pucuk mete

Taksonomi wereng pucuk jambu mete (Sanurus indecora) menurut EOL (2013) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Hemiptera

Famili : Flatidae

Genus : Sanurus

Spesies : Sanurus indecora

Serangga ini semula dikenal dengan nama Lawana sp., namun hasil identifikasi yang dilakukan di Laboratorium Entomologi Balittro Zoologi-LIPI diketahui bahwa serangga tersebut adalah Sanurus indecora. Hama S. indecora yang sekarang dikenal sebagai wereng pucuk jambu mete jauh lebih kecil dari pada Lawana sp. Sanurus indecora dibedakan dengan spesies lainnya berdasarkan bentuk carina dan frons dan bentuk aedeagus dan spinanya. Frons S. Indecora dengan perbandingan ukuran panjang dan lebar kurang lebih sama, pada bagian dorsalnya terdapat carina berbentuk huruf U serta median carina. Aedeagus (bagian alat kelamin jantan) tidak terdapat tonjolan berbentuk spina pada bagian dorsalnya (Siswanto et.al., 2003). Beberapa inang dari Lawana sp. antara lain  kopi, dadap, lamtoro, krotalaria. Sedangkan inang dari Sanurus flavovenurus antara lain mangga, alpukat, serta inang Sanurus indecora antara lain mangga, jambu air, jeruk, jarak pagar, krotalaria, rambutan, nangka, bougenvile (Siswanto et.al., 2003).

Serangga ini termasuk dalam ordo Homoptera dengan fase hidup metamorfosis sederhana dengan tahapa telur, nimfa dan imago. Tubuh dan kaki imago berwarna kuning pucat, warna kepala dan sayap bervariasi, ada yang putih, hijau pucat dan putih kemerahan. Pada kepala terdapat sepanjang mata majemuk berwarna coklat gelap. Panjang tubuh 8-10 mm dan lebar sayap 3 – 4 mm. Sayap menutup tubuh dengan posisi tegak ke bawah (Siswanto et.al., 2003). Serangga ini mirip (menyerupai) kupu-kupu, akan tetapi bukan karena memiliki perbedaan pada type sayap yaitu : kupu-kupu memiliki tipe sayap yang bersisik, sedangkan serangga ini memiliki sayap licin serta tidak bersisik (Wulansari, 2019).

Telur serangga ini diletakkan secara berkelompok pada permukaan bawah daun, tangkai daun dan atau pada tangkai pucuk. Berbeda dengan L.candida, telur diletakkan pada kulit atau jaringan berderet memanjang 2-6 baris tidak tertutup lapisan lilin (Siswanto et.al., 2003). Periode telur berlangsung sekitar 6 – 7 hari. Telur berwarna putih, mendekati menetas berwarna coklat, berbentuk oval dengan panjang 0,95 – 1,09 mm dan lebarnya 0,37 – 0,47 mm.

Nimfa berwarna krem, seluruh tubuhnya tertutup oleh tepung lilin berwarna putih, jika dipegang terasa lengket. Baik nimfa maupun imago bersifat tidak aktif bergerak, mereka akan meloncat atau terbang tidak terlalu jauh apabila terganggu. Dalam satu karangan bunga bisa mencapai 80 ekor atau lebih. Periode nimfa berlangsung 42 – 49 hari (Siswanto et.al., 2003).

Gejala Serangan

Nimfa dan imago S. indecora menyerang tanaman dengan cara menusuk dan mengisap cairan tanaman. Pada musim berbunga, serangga menutupi tangkai bunga sehingga bisa menyebabkan kehilangan hasil mencapai 57,83%. Puncak populasi hama terjadi pada bulan Juli dan Agustus, saat tanaman mulai berbunga dan berbuah. Populasi menurun pada bulan Oktober bersamaan dengan berakhirnya fase generatif. Bekas keberadaan hama ini mulai dikenali dengan adanya embun jelaga pada permukaan daun bagian atas serta lapisan lilin dan kulit nimfa (eksuvia) yang ditinggalkan pada waktu nimfa berganti kulit (Rahman, 2011).

Teknik pengendalian

Pengendalian hama tanaman jambu mete diarahkan pada cara yang aman, ramah lingkungan dan berkelanjutan atau bersandar pada pemanfaatan sumberdaya alam. Pengendalian hama secara hayati dengan pemanfaatan predator, parasitoid dan patogen.

Musuh alami S. indecora yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai agens hayati adalah parasitoid telur Aphanomerus sp. (Hymenoptera : Platygasteridae) yang mampu memarasit telur hingga 83%-93,2%, ngengat parasitoid Epieurybrachys sp. Selain itu, musuh alami lain yaitu kumbang Coccinellidae, laba-laba, Chrysopa sp., lalat buas (Asilidae), belalang sembah (Mantidae), belalang pedang (Tettigoniidae), dan semut rangrang.

Jamur Synnematium sp. dan Hirsutella sp. memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai agens hayati untuk pengendalian Sanurus sp. karena dapat menginfeksi telur Sanurus sp. umur   < 5 hari dan menyebabkan telur tersebut tidak menetas, sedangkan pada telur yang berumur > 4 hari juga terinfeksi namun 3-5% telur masih menetas menjadi nimfa. Kematian terjadi mulai 4 hari setelah aplikasi dengan kematian berkisar antara 36,7%-75% bergantung pada perlakuan inokulasi. Inokulasi pakan dan serangga menyebabkan tingkat kematian lebih tinggi, pada konsentrasi 20 g/liter atau setara dengan konsentrasi spora 1,64 x 108 efektif menurunkan populasi Sanurus sp. sebesar 24,14% (Hidayanti, 2020).

Musuh alami harus dilestarikan keberadaannya melalui teknik manipulasi lingkungan. Manipulasi lingkungan dapat dilakukan dengan upaya penguatan peran musuh alami melalui penyediaan inang/mangsa alternatif, penyediaan sumber nektar, serta memodifikasi teknik budidaya tanaman termasuk menghindari kegiatan yang berdampak buruk terhadap musuh alami seperti penggunaan insektisida berspektrum lebar. Penerapan lebih dari satu cara pengendalian yang sinergis, merupakan pengendalian hama terpadu (PHT) guna menekan populasi hama yang secara ekonomis merugikan (Samsudin dan Trisawa, 2011).

Referensi

EOL, 2013. Sanurus indecora. http://eol.org/pages/7690046/names. Diakses tanggal 29 Mei 2020

Hidayanti, 2020. Sanurus indecora si Kupu-Kupu KW Perusak Jambu Mete. www.balaisurabaya.ditjenbun.pertanian.go.id tanggal 3 Juni 2020 diakses tanggal 24 November 2020.

Wikipedia, 2020. Jambu Monyet. www.id.wikipedia.org. Diakses tanggal 24 November 2020.

Rahman, 2011. Ekstrak Wijen Efektif Mematikan Wereng Pucuk Mete. www. sinabastra.blogspot.com/2011/12/ekstrak-wijen-efektifmematikanwereng.  Diakses tanggal 29 Mei 2020

Samsudin dan Trisawa, I., M., 2011. Teknologi Pengendalian Hayati Hama Penghisap Pucuk dan Bunga Pada Jambu Mete. https://media.neliti.com/media/publications/132904-technology-in-controlling-ofsucking-pes-4a60b0c8.pdf. Diakses tanggal 03 Juni 2020.

Wiratno dan Siswanto, 2002. Serangan Lawana sp. (Homoptera: Flatidae) pada tanaman jambu mete (Anacardium occidentale). Prosiding Seminar Nasional III. Pengelolaan serangga yang Bijaksana menuju optimasi produksi, Bogor 6 Nopember 2001. PEI Cabang Bogor. P.165-170.

Supriadi, Siswanto, E. Karmawati, S. Rahayuningsih, D. Sitepu, E.M Adhi, E.A. Wikardi, Wiratno, T.E, Wahyono dan C.Sukmana. 2002. Pengelolaan ekosistem tanaman jambu mete berdasarkan teknologi PHT. Laporan Hasil Penelitian PHT Perkebunan. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (tidak dipublikasikan). 50p.

Siswanto, Wiratno, E. Karmawati, E.A. Wikardi, C.Sukmana. T.E, Wahyono, dan Ahyar. 2003. Studi struktur dan fungsi komunitas serangga pada ekosistem pada tanaman jambu mete. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (tidak dipublikasikan). 45p.