Harga Babi di Tingkat Produsen Merangkak Naik

Oleh:
I Wayan Suarjana, S.TP
Analis Pasar Hasil Pertanian Ahli Pertama

Bali merupakan salah satu daerah sentra peternakan babi di Indonesia. Kebutuhan terhadap daging babi semakin meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, perkembangan sektor pariwisata dan kesadaran masyarakat yang semakin baik akan pentingnya asupan gizi. Produksi komoditas babi di Bali sebagian besar masih didominasi oleh peternak rakyat dengan kepemilikan ternak yang terbatas. Selain itu, sejak beberapa tahun terakhir banyak bermunculan peternak-peternak kemitraan dengan populasi babi yang lebih banyak. Kebutuhan akan komoditas babi ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi peternak dalam menghasilkan babi siap panen dengan efisien dan berkualitas.

Gambar 1. Peternakan Babi di Bali
Sumber: Balipost.com

Kuantitas, kualitas, kontinuitas  menjadi beberapa variabel yang penting dalam sistem agribisnis peternakan babi secara umum. Ketiga komponen tersebut menjadi penentu harga komoditas di lapangan selain banyak faktor yang lain. Pemahaman dan pengetahuan budidaya yang baik ditambah penguasaan informasi pasar menjadi strategi penting dalam sektor peternakan babi terutama dalam menghadapi gejolak pasar. Tidak dapat dipungkiri, belum semua peternak utamanya peternak rakyat yang memiliki pemahaman tersebut. Perlu campur tangan pihak terkait dalam memberikan sosialisasi dan pembinaan secara periodik.

            Harga menjadi hal sensitif dalam pasar bebas yang dihadapi oleh peternak babi di Bali. Harga SAPRONAK (Sarana Produksi Peternakan) utamanya pakan cenderung mengalami kenaikan dan sangat jarang sekali menurun. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kondisi harga babi di tingkat produsen (peternak) yang cenderung fluktuatif bahkan seringkali mengalami penurunan  Hal tersebut seringkali menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi peternak, dan bahkan beberapa diantaranya sampai berhenti memelihara babi. Disisi lain, sektor peternakan kemitraan relatif lebih stabil mengingat dikendalikan oleh perusahaan besar dengan modal dan target pasar yang lebih luas dan pasti.

Memasuki tahun 2024, rata-rata harga babi hidup di Provinsi Bali (sampai tanggal 23 Januari 2024) terpantau diangka Rp. 31. 591 per KgBH atau meningkat sebesar 3,04% dibandingkan harga rata-rata bulan Desember 2023 (Simponi Ternak, 2023). Bahkan, harga babi hidup tanggal 23 Januari 2024 berada diangka Rp. 35.500 per KgBH (Simponi Ternak, 2024).  Kenaikan harga ini kemungkinan dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satu diantaranya yakni mendekati hari raya Galungan dan Kuningan.  Perkembangan harga ini tentu akan memberikan dampak positif terhadap kondisi usaha peternakan babi di Bali. berikut disajikan grafik perkembangan harga babi hidup bulan Januari 2024 per tanggal 23 Januari 2024:

Gambar 2. Grafik Perkembangan Harga Babi Hidup
Per tanggal 23 Januari 2024
Sumber: Simponi Ternak (2024)

Idealnya, perkembangan harga babi di tingkat produsen mesti harmonis dengan perkembangan harga sarana produksi peternakan. Selain itu, harga komoditas babi di tingkat grosir maupun konsumen juga harus dijaga agar tetap menguntungkan bagi pihak-pihak yang terlibat dengan tetap memperhatikan daya beli masyarakat. Kedepan, perlu diformulasikan strategi untuk menjaga stabilitas harga babi hidup di tingkat produsen pada tingkat yang fair bagi peternak. Adapun strategi yang dapat diusulkan diantaranya: 1. Perlu diatur jumlah bibit ternak babi per tahun layaknya DOC agar tidak terjadi lagi over supply di pasar, 2. Harga acuan komoditas babi perlu diatur dalam peraturan skala nasional mengingat pentingnya sektor peternakan ini bagi masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia, 3. Memperkuat kelembagaan asosiasi-asosiasi peternakan babi terutama dalam aspek on farm maupun off farm untuk menghindari perang harga di pasaran, 4. Mendorong peternak merangkap menjadi pengolah daging babi untuk meningkatkan nilai tambah komoditas yang berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan peternak.