Hasil Pengendalian Penggerek Buah Kopi dengan Perangkap

Oleh : I Dewa Ayu Yona Aprianthina

Faktor penghambat produksi dan produktivitas tanaman kopi dapat berupa faktor biotik yang salah satunya berupa gangguan Organisme Penganggu Tumbuhan (OPT). OPT penting pada tanaman kopi di Provinsi Bali yang menyebabkan turunnya produksi dan produktivitas kopi salah satunya adalah Hama Penggerek Buah Kopi (PBKo) yang disebabkan oleh Hypothenemus hampei dengan luas serangan mencapai rerata       132,40 ha di Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Tabanan pada triwulan I tahun 2023.

Pada umumnya H. hampei menyerang buah yang endospermanya telah mengeras, namun buah yang belum mengeras dapat juga diserang. Buah kopi yang bijinya masih lunak umumnya hanya digerek untuk mendapatkan makanan dan selanjutnya ditinggalkan. Buah demikian tidak berkembang, warnanya berubah menjadi kuning kemerahan dan akhirnya gugur. Serangan pada buah yang bijinya telah mengeras akan berakibat penurunan mutu kopi karena biji berlubang. Biji kopi yang cacat sangat berpengaruh negatif terhadap susunan senyawa kimianya, terutama pada kafein dan gula pereduksi. Biji berlubang merupakan salah satu penyebab utama kerusakan mutu kimia, sedangkan citarasa kopi dipengaruhi oleh kombinasi komponen-komponen senyawa kimia yang terkandung dalam biji (Tobing et al., 2006).

Kegiatan pengendalian OPT tanaman kopi (PBKo) yang bersumber dana APBN dari Direktorat Jendral Perkebunan ini dilaksanakan di Subak Abian Manik Buana, Desa Kebon Padangan, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan seluas 50 hektar yang dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2023, dengan paket bantuan berupa papan nama 2 buah, spanduk 2 buah, perlengkapan atraktan 25 set per hektar, atraktan/feromon 25 set per hektar yang digunakan untuk 3 kali aplikasi, baju kaos petani 50 buah, dan konsumsi pertemuan. Kegiatan pengendalian ini didampingi oleh petugas dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali bersama petugas Dinas Pertanian Kabupaten Tabanan, dan petugas pendamping lapang.

Tahapan kegiatan pengendalian OPT Tanaman Kopi (PBKo) secara terpadu dengan menitikberatkan pada penggunaan perangkap berferomon/atraktan dilakukan sejak Maret hingga Juli 2023 meliputi sosialisasi kegiatan, pengamatan awal hama PBKo, pemasangan alat perangkap, petik bubuk, rampasan dan lelesan, pengaturan naungan dan pengamatan akhir PBKo.

Perangkap PBKo yang dipasang berwarna merah dengan 2 lubang horizontal berhadapan. Pada perangkap tersebut dipasang bahan atraktan/feromon dalam bentuk kemasan, sebelum dipasang kemasan tersebut dilubangi dengan jarum peniti sebanyak 3 tusukan. Pengaturan ketinggian pemasangan perangkap divariasikan menjadi 3 pola yaitu pemasangan ditengah, bawah dan atas tinggi kanopi tanaman kopi. Berdasarkan hasil pengamatan, perangkap yang dipasang pada ketinggian diatas tinggi kanopi kopi mampu menangkap PBKo dengan jumlah terbanyak yaitu dengan rerata 441,18 ekor/hektar     (Gambar 3). Rerata tinggi tanaman tanaman kopi di Subak Abian manik Buana yaitu sekitar 1,25 – 1,5 meter.

Gambar 3. Jumlah PBKo yang terperangkap pada tiap variasi ketinggian perangkap PBKo.

Berdasarkan penelitian Wiryadiputra dari Puslitkoka (2006), kajian tentang perangkap untuk hama penggerek buah kopi telah dilakukan untuk mengevaluasi aspek warna perangkap, desain atau tipe perangkap dan senyawa penarik yang paling efektif untuk menarik serangga penggerek buah kopi serta potensinya dalam menurunkan populasi hama penggerek buah kopi dengan meletakkan perangkap pada tiang kayu pada ketinggian sekitar 175 cm di atas permukaan tanah dan ditempatkan di antara pohon kopi. Sedangkan hasil penelitian Sinaga (2015) menunjukkan bahwa ketinggian perangkap terbaik yaitu 1,2 m dari permukaan tanah.

Parameter yang diamati antara lain persentase buah terserang, persentase pohon terserang dan jumlah PBKo yang terperangkap. Berdasarkan hasil pengamatan, rerata persentase buah terserang pada pengamatan awal hingga akhir (ke-6) yaitu 4,12%. Diantara 50 orang petani peserta dari Subak Abian Manik Buana, rerata tertinggi persentase buah terserang dari pengamatan awal hingga akhir yaitu 6,86% pada lahan kopi milik Gusti Putu Ngurah Edi Yasa. Sedangkan jika diamati pada seluruh pengamatan, persentase buah kopi terserang PBKo tertinggi pada pengamatan pertama di lahan kopi milik I Gede Putu Jendera yaitu 25,39% (Gambar 5), artinya pada lahan tersebut terdapat jumlah PBKo yang cukup banyak sehingga menimbulkan  buah kopi yang bergejala berlubang/rusak juga banyak.

Gambar 5. Persentase buah terserang PBKo milik petani di SA.Manik Buana

Persentase pohon terserang PBKo semakin menurun hingga pengamatan ke 4. Dimana rerata persentase pohon terserang PBKo tertinggi pada pengamatan ke 1 yaitu 92,60 %, sedangkan pada pengamatan ke-5 hingga ke-6 tidak ada pohon terserang karena hampir seluruh buah kopi telah dipanen pada akhir pengamatan ke-4 (Gambar 6). Dapat disimpulkan berdasarkan hasil pengamatan terhadap persentase pohon terserang, perangkap mengandung atraktan efektif untuk mengendalikan hama PBKo di areal tanaman kopi milik Subak Abian Manik Buana.

Gambar 6. Persentase pohon terserang PBKo pada seluruh pengamatan

Jumlah PBKo yang terperangkap dihitung dengan cara menghitung serangga PBKo yang terdapat pada perangkap yang dipasang pada tiap titik ditengah kebun. Pada beberapa perangkap ditemukan jenis serangga selain PBKo yang ikut masuk ke dalam perangkap yaitu jenis semut hitam, laron, semut rangrang, dan jenis ngengat.

Rerata jumlah PBKo yang terperangkap terbanyak dari seluruh petani yaitu  pada pengamatan ke-6 (akhir) dengan jumlah 243,78 ekor dalam luasan 1 hektar. Jika dibandingkan pada tiap pengamatan, jumlah hama PBKo yang terperangkap meningkat hingga akhir pengamatan (441,18) sehingga membuktikan bahawa penggunaan perangkap berferomon efektif digunakan untuk mengurangi populasi hama PBKo di Subak Abian Manik Buana (gambar 8). H. hampei perkembangannya dengan metamorfosa sempurna dengan tahapan telur, larva, pupa dan imago atau serangga dewasa. Kumbang betina lebih besar dari kumbang jantan. Panjang kumbang betina lebih kurang 1,7 mm dan lebar 0,7 mm, sedangkan panjang kumbang jantan 1,2 mm dan lebar 0,6-0,7 mm (Wiryadiputra, 2007). Jika PBKo tidak dikendalikan secara serentak maka memungkinkan adanya PBKo dari wilayah endemi yang menyebar  ke lahan petani kopi lain disekitarnya. Menurut Ditjenbun (2016), kumbang betina yang siap bertelur biasanya muncul dan terbang pada sore hari antara pukul 16.00-18.00. Kemampuan terbang kumbang betina bisa mencapai 350 m, sedangkan kumbang jantan tetap tinggal di dalam biji kopi karena tidak bisa terbang.

Gambar 8. Jumlah PBKo yang tertangkap pada seluruh pengamatan

Kegiatan petik bubuk dilakukan dengan cara memetik semua buah-buah yang berlubang dan dilakukan minimal setiap satu minggu sekali. Seluruh buah yang terserang dikumpulkan kemudian dimusnahkan dengan cara dibenamkan, atau dibakar, sedangkan buah-buah yang masih bisa dimanfaatkan perlu direndam pada air panas selama 5 menit.

Pemasangan alat perangkap dilengkapi dengan atraktan sejumlah 25 set per hektar dipasang sebanyak 3 kali aplikasi dengan interval waktu penggantian selama 1 bulan. Kegiatan petik bubuk dilakukan dengan memetik semua buah yang berlubang kemudian dimusnahkan dengan cara dibenamkan atau dibakar, sedangkan buah yang masih dapat dimanfaatkan dapat direndam dengan air panas selama 5 menit. Rampasan dilakukan dengan memetik semua buah kopi yang masih berada di pohon pada akhir panen. Lelesan dilakukan dengan mengambil semua  buah yang telah gugur, dikumpulkan kemudian dapat dibenamkan, dibakar, atau direndam air panas. Kegiatan lelesan juga dapat dilakukan bersama dengan petik bubuk dan rampasan agar dapat memutus siklus hidup hama PBKo.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, petani telah mampu mengindentifikasi gejala serangan PBKo pada tanaman kopi, mengenal sifat biologi PBKo, mengetahui dampak kerusakan PBKo, penerapan Pengendalian Hama Terpadu terhadap populasi PBKo, manfaat pemangkasan dan pengelolaan penaung di kebun kopi serta keefektifan penggunaan perangkap untuk mengendalikan hama PBKo. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya sikap, keterampilan dan pengetahuan petani saat dilakukan sesi diskusi serta presentasi yang diwakili oleh anggota kelompok tani dari Subak Abian Manik Buana di Balai Pertemuan Subak.

Sumber Pustaka

Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan Departemen Pertanian. 2004. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Kopi Rakyat. Jakarta.

Direktorat Perlindungan Perkebunan. 2016. Diakses  melalui https://sinta.ditjenbun.pertanian.go.id/buah-kopi/ pada 18 Agustus 2023 pukul 10.00 wita.

Sinaga K M. 2015. Uji Ketinggian dan Tipe Perangkap untuk Mengendalikan Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) (Coleoptera : Scolytidae) di Desa Pearung Kabupaten Humbang Hasundutan. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Tobing, M.C.D Bakti, Marheni & Harahap, M. (2007). Perbanyakan Beauveria bassiana pada beberapa media dan patogenesitasnya terhadap imago (Hypothenemus hampei Ferr.) J. Agrik. 17(1): 15- 22.

Wiryadiputra S. 2006. Penggunaan Perangkap Dalam Pengendalian Hama Penggerek Buah Kopi (PBKo, Hyphotenemus hampei). Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Pelita Perkebunan 22(2), 101—118.

Wiryadiputra, 2007. Pengendalian Hama Penggerek Buah Kopi Hypothenemus hampei (Ferr) dengan Komponen Utama Pada Penggunaan Perangkap Brocarp Trap. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember. Jawa Timur: 2 – 9.