Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) Kerta Bali Sejahtera “Jalan Tol” menuju Bali sebagai Pulau Organik (Bali Organik Island)

Oleh:
Ir. I Made Oka Parwata, MMA.
Penyuluh Pertanian Ahli Utama
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Prov. Bali

I Gusti Ayu Putu Mariani, S.TP.
Penyuluh Pertanian Ahli Muda
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali

Eksploitasi lahan secara intensif yang berlangsung secara terus menerus selama bertahun-tahun untuk mengejar tingkat produktivitas dan produksi pertanian telah mengakibatkan penurunan kesuburan dan sifat fisik, kimia maupun sifat biologi tanah.  Pemberian pupuk kimia (an organik) secara terus menerus untuk  mengejar tingkat produktivitas, tanpa diimbangi dengan upaya-upaya memperbaiki kondisi fisik tanah melalui penambahan bahan organik, menyebabkan kandungan bahan organik tanah menurun, tanah menjadi kompak/masif, kerusakan struktur tanah dan aerasi tanah berkurang yang mengakibatkan penurunan kemampuan tanah dalam menyimpan dan melepaskan hara dan air bagi tanaman sehingga mengurangi efisiensi penggunaan pupuk dan air irigasi. Kondisi ini dikenal sebagai tanah sakit (soil sickness)

Dengan pemberian pupuk anorganik secara terus menerus dengan dosis/takaran tinggi dan kurang mempertimbangkan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah dan dalam kurun waktu yang lama telah menyebabkan : penimbunan hara (umumnya Phosfat dalam tanah), terkurasnya hara mikro, terganggunya keseimbangan hara dalam tanah, semakin pekanya tanaman terhadap serangan penyakit, terganggunya perkembangan jasad renik yang menguntungkan dalam tanah bahkan tercemarnya air minum manusia dan ternak oleh unsur-unsur nitrat dari residu pupuk N.  Kondisi demikian pada akhirnya mengakibatkan penurunan produktivitas lahan, tidak efisiennya penggunaan input serta menurunnya kualitas lingkungan.  Kondisi ini juga menyebabkan rendahnya kandungan bahan organik lahan sawah di Bali yang rata-rata saat ini hanya mencapai ≤ 2% dari yang dipersyaratkan minimal 5%, menyebabkan efisiensi dan efektivitas pemupukan juga rendah. Hal ini sesuai dengan hasil uji 125 (seratus dua puluh lima) sampel status hara tanah di Bali oleh Tim dari Petro Kimia Gresik di 54 Desa, 4 (empat) kabupaten/Kota (Denpasar, Badung, Gianyar, Bangli ) pada Tahun 2017 yang menunjukkan bahwa status hara tanah sawah di Bali secara umum rendah dengan kondisi status hara sebagai tabel berikut :

Tabel 1. Kondisi Status Hara Lahan Sawah di Bali (Hasil Uji Sampel di Kab/Kota : Badung,Denpasar, Gianyar, Bangli Tahun 2017).

Berkaitan dengan hal tersebut, dalam upaya memperbaiki kesehatan dan kesuburan lahan dan mendukung upaya perwujudan sistem pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) dan lestari, pengembangan sistem pertanian organik merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan, karena kaidah-kaidah sistem pertanian organik sangat sejalan dengan kaidah-kaidah sistem pertanian berkelanjutan.

Pengembangan sistem pertanian organik di Bali sudah mulai digencarkan sejak masa kepemimpinan Gubernur Made Mangku Pastika yang mencanangkan Bali Go Organik 2012.  Untuk mendukung upaya perwujudan tersebut Pemerintah Provinsi Bali mengembangkan Program Sistem Pertanian Terintegrasi (SIMANTRI) sejak Tahun 2009 dan sampai akhir Tahun 2018 telah terbentuk 752 unit SIMANTRI.  Untuk mengoptimalkan pelaksanaan Program sekaligus pemberdayaan kelompok pelaksana  SIMANTRI, Pemerintah Provinsi Bali sejak Tahun 2013 melaksanakan Program Subsidi Pupuk Organik dengan memanfaatkan pupuk organik yang dihasilkan oleh kelompok pelaksana SIMANTRI.

Di era kepemimpinan Gubernur Wayan Koster dengan visinya Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru,  Program Sistem Pertanian Organik menjadi salah satu Program Unggulan Pemerintah Provinsi Bali untuk mendukung  upaya perwujudan visi tersebut.

Sebagai wujud komitmen, untuk memayungi pelaksanaan Program Sistem Pertanian Organik, Pemerintah Provinsi Bali telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2019 tentang Sistem Pertanian Organik, yang ditindaklanjuti dengan penerbitan Peraturan Gubernur Bali Nomor 15 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan PERDA Nomor 8 Tahun 2019 tentang Sistem Pertanian Organik.

KENDALA DAN MASALAH PERTANIAN ORGANIK DI BALI.

Untuk mengembangkan sistem pertanian organik guna mewujudkan Bali sebagai Pulau Organik, berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Provinsi Bali, seperti : Pengembangan Program Sistem Pertanian Terintegrasi (SIMANTRI) yang dimulai Tahun 2009 s/d Tahun 2018, pendampingan teknologi terhadap petani yang disertai dengan pendampingan dalam penyusunan dokumen sistem mutu sebagai salah satu prasyarat untuk dapat disertifikasi. Disamping itu dalam rangka pemberdayaan Poktan/Gapoktan pelaksana SIMANTRI, Pemerintah Provinsi Bali sejak Tahun 2013 melaksanakan Program Subsidi Pupuk Organik guna menyerap dan mengolah kotoran hewan dari Poktan/Gapoktan SIMANTRI menjadi pupuk organik untuk disalurkan kepada petani dalam upaya perbaikan kesehatan lahan pertanian di Bali. Melalui pelaksanaan program dan kegiatan tersebut, telah cukup memberikan dampak positif terhadap perkembangan Sistem Pertanian Organik di Bali.

Ditengah meningkatnya tuntutan pangan sehat serta perkembangan pola hidup “back to nature” dan gencarnya usaha pengembangan Sistem Pertanian Organik di Bali, memunculkan dan ditemukan beberapa kendala dan permasalahan, seperti :

  1. Maraknya klaim produk-produk pertanian organik oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
  2. Belum adanya kesamaan persepsi tentang pertanian organik oleh masyarakat, baik petani, pelaku usaha maupun konsumen.
  3. Kurangnya apresiasi masyarakat dan pasar terhadap keberadaan produk pertanian organik, yang menyebabkan turunnya minat dan gairah petani untuk melanjutkan pelaksanaan sistem pertanian organik di lahannya.
  4. Mahalnya biaya sertifikasi yang dirasakan oleh petani dengan skala usaha yang relative kecil. Hal ini terjadi karena dalam pelaksanaan sertifikasi organik, masih harus memanfaatkan jasa dari Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) dari luar Bali, khususnya Jawa, sehingga biayanya menjadi sangat mahal dirasakan oleh petani.
  5. Belum adanya Lembaga Sertifikasi Organik di Bali, sehingg biaya sertifikasi menjadi cukup tinggi/mahal.

KELAHIRAN LSO KERTA BALI SEJAHTERA

Daerah Bali yang dikenal sebagai salah satu destinasi utama di Indonesia dan banyak dikunjungi wisatawan mancanegara membutuhkan produk pangan yang bermutu dan aman, termasuk produk pangan segar asal tumbuhan. Untuk menjamin mutu dan keamanan pangan segar asal tumbuhan (PSAT), keberadaan lembaga penjaminan mutu dan keamanan pangan segar asal tumbuhan menjadi sangat penting dalam memberikan kepastian jaminan mutu dan keamanan pangan yang beredar. Oleh karena itu Pemerintah Provinsi Bali membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Sertifikasi Mutu dan Keamanan Pangan (BSMKP) yang bernaung di bawah Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Bali. Pembentukan UPTD.BSMKP ditetapkan melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pembentukan, Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, Serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Sertifikasi Mutu dan Keamanan Pangan di Lingkungan Dinas Ketahanan Pangan.

Dengan ditetapkannya Peraturan Gubernur Bali Nomor 58 Tahun 2019 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Bali, terjadi penggabungan Dinas lingkup sektor pertanian dan Dinas Ketahanan Pangan menjadi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, sehingga keberadaan UPTD.  Balai Sertifikasi Mutu dan Keamanan Pangan menjadi salah satu unit pelaksana teknis yang berada di bawah Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali. Pembentukan UPTD. BSMKP ditetapkan melalui Peraturan Gubernur Bali, Nomor 59 Tahun 2019, tanggal 23 Desember 2019

UPTD Balai Sertifikasi Mutu dan Keamanan Pangan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang serta Urusan Pemerintahan bidang Keamanan Pangan yang bersifat pelaksanaan dari Dinas dalam rangka Sertifikasi Mutu dan Keamanan Pangan.  UPTD Balai Sertifikasi Mutu dan Keamanan Pangan, memiliki tugas dan fungsi :

  1. Melaksanakan teknis operasional dan atau kegiatan teknis penunjang serta Urusan Pemerintahan bidang Keamanan Pangan yang bersifat pelaksanaan dari Dinas dalam rangka sertifikasi mutu dan keamanan pangan;
  2. Pengelolaan teknis sertifikasi sistem jaminan mutu, pendaftaran PSAT, registrasi packing house produk PSAT, rekomendasi ekspor produk PSAT serta pengujian mutu dan keamanan pangan produk PSAT;
  3. Pelayanan sertifikasi jaminan keamanan pangan pada biji kakao;
  4. Surveilen produk PSAT yang telah bersetrtifikat dan telah diregistrasi;
  5. Pelaksanaan tata usaha UPTD; dan
  6. Pelaksanaan manajemen sistem mutu UPTD;

Dengan tugas dan fungsi tersebut, maka UPTD. BSMKP juga menaungi keberadaan dari Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKP-D) Provinsi Bali yang telah diverifikasi oleh Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Pusat (OKKP-P) dengan Nomor verifikasi terakhir : OKKPP-LSP-018 dan berlaku sampai dengan 23 Agustus 2023. Keberadaan OKKP-D Provinsi Bali terakhir ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Bali, Nomor 211/03-F/HK/2022 Tanggal 14 Februari 2022 tentang Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah Provinsi Bali.

OKKP-D Provinsi Bali dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, saat ini memiliki ruang lingkup :

  1. Sertifikasi Sistem Jaminan Mutu,  dalam bentuk Sertifikasi Prima – 3 dan Prima – 2, Pendafataran Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT).
  2. Penerbitan Sertifikat Penerapan Penanganan Yang Baik (SPPB)
  3. Registrasi Packing House (rumah kemas) PSAT.
  4. Sertifikasi Jaminan Mutu Biji Kakao
  5. Sertifikat Kesehatan (Health Certificate)

Seiring dengan berjalannya waktu dan menyadari kendala dan permasalahan yang dihadapi petani dalam pelaksanaan sistem pertanian organik, khususnya biaya sertifikasi yang dirasakan sangat mahal oleh petani Bali yang rata-rata memiliki skala usaha kecil, Gubernur Bali, Bapak I Wayan Koster menugaskan kepada Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali untuk mempercepat pembentukan LSO di Bali.  Hal ini menjadi sangat penting dalam upaya percepatan perwujudan Bali Sebagai Pulau Organik (Bali Organik Island) mendukung pencapaian visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Dengan adanya LSO di Bali, maka biaya sertifikasi tentu akan menjadi lebih murah, sehingga produk organik yang dihasilkan akan menjadi lebih kompetitif di pasaran.

Untuk mewujudkan terbentuknya LSO, maka dilakukan upaya perluasan ruang lingkup tugas dan fungsi OKKP-D Provinsi Bali agar dapat melakukan dan memiliki kewenangan melakukan sertifikasi organik. Upaya pembentukan lembaga sertifikasi organik yang diusulkan dengan nama Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) Kerta Bali Sejahtera digawangi langsung oleh Kepala UPTD. BSMKP. Ir. Ida Ayu Pidada Ngurah Agustiani, M.Agb, mulai Tahun 2020, yang diawali dengan :

  1. Penyiapan dokumen sistem mutu,
  2. Penyiapan SDM berupa pelatihan petugas calon Inspektor yang diikuti oleh 20 orang peserta secara swadaya.
  3. Pelatihan/Bimbingan Teknis LSO SNI ISO/IEC 17065 : 2012. Persyaratan untuk LS Produk, Proses dan Jasa, (30 – 31 Agustus 2021.

Setelah Kepala UPTD. BSMKP. Ir. Ida Ayu Pidada Ngurah Agustiani, M.Agb. purna tugas TMT. 1 September 2022, maka upaya pembentukan LSO. Kerta Bali Sejahtera diteruskan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala UPTD. BSMKP, Ir. Sri Wachjuni, yang juga merupakan Kepala UPTD. Balai Perlindungan Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bali, yang gencar melakukan upaya-upaya penyempurnaan & perbaikan dokumen system mutu (doksistu) dan kelengkapan lainnya, sampai ditetapkannya pejabat definitif Kepala UPTD. BSMKP yang baru. 

Dengan ditetapkannya pejabat definitif Kepala UPTD. BSMKP yang baru Putu Desy Darma Susantini, S.Si, M.Si yang ditetapkan pada 6 Februari 2023, langkah dan upaya pembentukan LSO. Kerta Bali Sejahtera terus diupayakan sampai keluarnya Sertifikat Kesesuaian tanggal 6 Juni 2023 dengan Nomor : LSPr – 136 – IDN yang diserahkan langsung oleh Ketua Komite Akreditasi Nasional (KAN) pada acara Temu Nasional Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian Tahun 2023 di Nusantara Hall 1,2,3, Indonesia Convention Centre (ICE) Jl. BSD Grand Convention Boulevard Raya No. 1 BSD City, Tangerang kepada Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Dr. I Wayan Sunada, SP., M.Agb pada tanggal 14 Juni 2023. Lembaga Sertifikasi Organik Kerta Bali Sejahtera ditetapkan pada tanggal 7 Juni 2023 dengan Nomor akreditasi LSPr-136-IDN yang berlaku hingga 6 Juni 2028.

JALAN MENUJU BALI PULAU ORGANIK.

Dengan terbitnya Sertifikat Kesesuaian dari Komite Akreditasi Nasional (KAN), maka LSO. Kerta Bali Sejahtera sudah dapat mulai beroperasi secara sah melakukan sertfikasi terhadap petani/operator pertanian organik.  Hal ini tentu merupakan angin segar bagi perkembangan pertanian organik di Provinsi Bali yang selama ini sangat tergantung kepada keberadaan dari Lembaga Sertifikasi Organik dari luar Bali dalam pelaksanaan sertfikasi bagi petani binaan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali. Dengan adanya LSO. Kerta Bali Sejahtera sudah barang tentu akan sangat menghemat biaya yang harus dikeluarkan oleh petani/kelompok tani operator pertanian organik di Bali, yang selama ini dirasakan cukup memberatkan di tengah belum optimalnya apresiasi masyarakat terhadap keberadaan produk pertanian organik dilihat dari sisi harga yang belum berbeda secara signifikan.

Dengan keberadaan LSO. Kerta Bali Sejahtera, ada beberapa keuntungan yang dapat dipetik, antara lain :

  1. Biaya sertfikasi yang pasti akan lebih murah, terutama dilihat dari sisi biaya transport.
  2. Lebih cepat dilihat dari sisi waktu, karena jarak yang pendek/dekat.
  3. Biaya yang lebih hemat, akan menekan biaya produksi, sehingga produk yang dihasilkan menjadi lebih kompetitif di pasaran.
  4. Meningkatnya daya saing produk tentu akan meningkatkan penguasaan pasar produk pertanian organik.

Memperhatikan keuntungan dari keberadaan LSO. Kerta Bali Sejahtera, seperti tersebut di atas, tentu keberadaannya diharapkan dapat menjadi “Jalan Tol” bagi Pemerintah Provinsi Bali untuk mewujudkan Bali sebagai Pulau Organik (Bali Organic Island), sebagaimana yang telah lama dicanangkan oleh Gubernur Bali dalam upaya mewujudkan system pertanian ramah lingkungan, berkelanjutan (sustainable agriculture) dan lestari di Bali.