Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengendalian Penyakit Rabies

Ni Wajan Leestyawati Palgunadi
Penyuluh Pertanian Utama di Distanpangan Provinsi Bali

Penyakit rabies adalah penyakit hewan menular yang disebabkan oleh virus rabies atau lyssa virus. Penyakit rabies menyerang semua hewan berdarah panas yaitu hewan menyusui yang berbulu atau berambut. Penyakit ini bersifat zoonosis, artinya selain menyerang hewan, penyakit rabies juga menyerang manusia.

Penularan penyakit rabies dari satu hewan ke hewan lain dan ke manusia pada umumnya melalui luka gigitan dari hewan yang telah menderita rabies. Ludah dari penderita rabies mengandung virus rabies. Virus tersebut menginfeksi hewan lain maupun manusia bersama dengan ludah yang masuk ke dalam tubuh melalui luka gigitan. Penularan rabies pada hewan dan manusia kebanyakan terjadi karena gigitan anjing, kucing dan kera. sehingga ketiga jenis hewan tersebut mendapat julukan hewan penular rabies atau HPR.

Setelah masuk ke dalam tubuh, virus rabies akan menuju syaraf pusat (otak), yang menyebabkan kerusakan pada otak dan menimbulkan gejala yang tidak terkontrol seperti gila. Gejala seperti gila karena rabies ini paling jelas terlihat pada anjing. Itu sebabnya penyakit rabies disebut juga penyakit anjing gila.

Penyakit rabies termasuk salah satu penyakit yang ganas dan sangat berbahanya. Hewan maupun manusia yang terserang rabies tidak dapat disembuhkan dan selalu berakhir dengan kematian. Meskipun ganas dan berbahaya, sebenarnya rabies mudah dicegah. Mencegah rabies dapat dilakukan dengan 4 langkah, yaitu 1). Hindari gigitan HPR terutama anjing. Karena rabies menular melalui luka gigitan, dengan menghindari gigitan, maka masuknya virus rabies ke dalam tubuh dapat dicegah. 2). Tidak meliarkan anjing. Penularan rabies kebanyakan karena gigitan anjing. Dengan tidak meliarkan anjing, diharapkan tidak terjadi gigitan anjing. Sebaiknya anjing dipelihara di rumah dan diikat bila diajak keluar rumah atau dikandangkan bila pemilik anjing sedang tidak di rumah. 3). Melakukan vaksinasi rabies kepada HPR terutama anjing supaya hewan-hewan peliharaan tersebut mempunyai kekebalan terhadap rabies, tidak tertular rabies dan tidak menjadi penular rabies. 4). Tidak membawa HPR terutama anjing dari tempat lain, apalagi memungut anjing di jalanan yang tidak diketahui riwayatnya. Hal ini penting, karena hewan yang terinfeksi virus rabies tidak langsung menunjukkan gejala rabies. Gejala akan muncul ketika virus sudah sampai di otak dan itu memerlukan waktu sampai beberapa bulan. Selama gejala belum muncul, hewan akan tampak baik-baik saja, seperti sehat padahal di dalam tubuhnya sudah mengandung virus rabies yang siap ditularkan.

Bali tertular rabies sejak tahun 2008. Sebelum tahun itu Bali merupakan daerah bebas rabies. Penularan rabies di Bali dari hewan ke hewan lain dan ke manusia hampir seratus persen terjadi karena gigitan anjing. Korban jiwa manusia karena penyakit rabies, semuanya terinfeksi virus rabies dari gigitan anjing (Informasi BBVet melalui WAG Networking Rabies).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas rabies di Bali, yaitu dengan melakukan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat melalui tatap muka, media cetak dan media elektronik, yang diiringi dengan melakukan vaksinasi HPR secara berkala melalui vaksinasi massal setiap tahun dan layanan vaksinasi rabies harian (PKH, Distanpangan Prov. Bali, 2022). Namun upaya tersebut belum menampakkan hasil yang diinginkan. Penyakit rabies masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Kasus HPR yang positif rabies terutama anjing dan gigitan anjing kepada hewan lain dan kepada manusia tergolong tinggi (Distanpangan Prov. Bali, 2022, Diskes Prov. Bali, 2022). Dari pengamatan lapangan didapatkan bahwa beberapa permasalahan yang menjadi penyebabnya diantaranya tingginya populasi HPR di Bali terutama anjing. Sebagian besar dari anjing tersebut merupakan anjing liar baik anjing liar yang tidak bertuan maupun anjing bertuan yang berkeliaran. Keadaan ini menyebabkan sulitnya melakukan vaksinasi rabies sehingga vaksinasi rabies pada HPR tidak dapat mencapai angka sesuai dengan harapan. Belum lagi keadaan lapangan yang sulit untuk menjangkau HPR sehingga tidak dapat divaksinasi. Anjing liar dan yang diliarkan memberikan peluang terjadinya kasus gigitan yang tinggi.  Anjing liar tak bertuan berasal dari masyarakat yang membuang anjing yang sudah tidak diingikan lagi, misalnya anak-anak anjing betina dan anjing sakit.

Dari permasalahan tersebut, dapat dikatakan bahwa penyakit rabies berhubungan erat dengan kebiasaan masyarakat dalam memelihara HPR terutama anjing, sikap kepedulian masyarakat terhadap bahaya rabies dan kemampuan masyarakat dalam memperhatikan lingkungan. Pemberantasan rabies di Bali sangat membutuhkan perubahan perilaku masyarakat terutama dalam pemeliharaan anjing. Optimalisasi kegiatan pemberantasan rabies di Bali harus melibatkan dan lebih memberdayakan peran serta masyarakat.

Untuk itu diperlukan edukasi yang terus menerus tentang rabies dan langkah-langkah pencegahan rabies kepada masyarakat dimulai dari unit terkecil yaitu keluarga. Pemberantasan rabies bukan hanya tanggungjawab pemerintah saja, melainkan juga tanggungjawab bersama masyarakat untuk keselamatan bersama.

BERSAMA KITA BISA.