Pengendalian Fisik Penggerek Buah Kopi

Oleh : I Dewa Ayu Yona Aprianthina dan I Ketut Mudita
(Pengendali Organisme Penganggu Tumbuhan)

Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan di Provinsi Bali. Salah satu faktor pembatas produksi kopi yaitu adanya gangguan dari Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) berupa penggerek buah kopi/PBKo (Hypothenemus hampei). Rata-rata tingkat serangan PBKo pada kopi rakyat di Indonesia diperkirakan lebih dari 20% dengan mengakibatkan kehilangan hasil rata-rata sebesar lebih dari 10%. Ini berarti kerugian yang diakibatkan hama PBKo pada perkopian Indonesia diperkirakan lebih dari 6,7 juta USD per tahun, dengan asumsi bahwa kehilangan produksi setiap hektar rata-rata sebesar 50 kg dan dengan luas pertanaman kopi saat ini sebesar 1,25 juta hektar (Wiryadiputra et al., 2008).

Gambar 1. Morfologi Imago PBKo (Hypothenemus hampei Ferr.) (Sumber: Vega et al. (2015)

Berbagai teknik dapat diterapkan untuk mengendalikan Penggerek Buah Kopi (PBKo). Hasil survei yang dilakukan oleh Furst & Bergleiter (2008) menunjukkan bahwa praktek pengendalian hama terpadu yang diterapkan petani kopi organik di Amerika Latin adalah bahwa sebagian besar menerapkan pengendalian dengan cara kultur teknik (33%), pengendalian biologi (24%), dan kombinasi atau integrasi antara cara kultur teknik dan cara biologi (33%). Selain itu, sisanya sebanyak 9% tidak mengendalikan sama sekali serangan PBKo dan 1% mengendalikan dengan cara lain.

Pada tahun 2023 ini, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali melakukan kegiatan pengendalian Penggerek Buah Kopi dengan menggunakan pengendalian fisik di Subak Abian Manik Buana, Desa Kebon Padangan, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan seluas 50 hektar yang diikuti oleh 50 orang petani peserta. Salah satu teknik pengendalian fisik yang dilakukan dengan menggunakan perangkap berferomon. Feromon yang digunakan dalam bentuk cairan, mudah menguap dengan kandungan  bahan berupa ethanol 500gr/l yang dikemas dalam bentuk kemasan plastik atau sachet. Feromon ini digantungkan pada alat perangkap berwarna merah dengan 2 lubang horizontal berbentuk persegi panjang pada bagian depan dan belakang saling behadapan. Bagian bawah alat perangkap dilengkapi dengan ruang untuk penampungan air sabun/detergen agar PBKo dapat terjerat dan tidak dapat terbang lagi setelah masuk ke dalam alat perangkap.

Feromon ini dipasang menyebar di areal kebun, dimana setiap luasan 1 hektar dipasang alat perangkap berferomon sebanyak 25 buah. Feromon dipasang sebanyak 3 kali dengan jarak waktu 1 bulan penggantian serta dilakukan pengamatan terhadap pohon sampel. Menurut Wiryadiputra (2014), tingkat serangan PBKo pada kopi Robusta rata-rata cukup tinggi pada bulan Agustus yang bertepatan dengan saat puncak panen. Hal ini berkaitan erat dengan fenologi pembuahan pada pola pertanaman kopi dimana serangan PBKo biasanya dimulai pada saat biji kopi mulai mengeras, yaitu sekitar bulan Februari hingga Maret dengan distribusi spasial hama PBKo pada kopi Robusta mengikuti pola mengelompok atau agregat yang terpangkap pada trapping yang dipasang pada ketinggian 0,5 meter dari permukaan tanah. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka pemasangan alat perangkap yang dilakukan oleh petani di Subak Abian Manik Buana dilakukan mulai bulan April dengan beberapa variasi ketinggian alat perangkap yaitu ketinggian ditengah, dibawah dan diatas kanopi dari tanaman kopi.

Teknik penentuan pohon sampel yang diamati menggunakan metode acak. Jumlah pohon sampel ditentukan sebanyak 20 pohon/hektar dengan pelabelan angka pada setiap pohon. Pengamatan pada tiap pohon sampel dilakukan pada bagian 4 cabang ranting yang mewakili arah utara, barat, timur dan selatan yang ditandai dengan tali. Pengamatan terhadap pohon sampel yang dilakukan setiap sebulan sekali meliputi jumlah keseluruhan buah kopi, jumlah buah kopi yang terserang PBKo, persentase buah yang terserang pada setiap pohon sampel serta persentase tanaman kopi yang terserang PBKo.

Pengamatan pada alat perangkap berferomon dilakukan setiap 2 minggu sekali meliputi jumlah PBKo yang terperangkap, jenis dan jumlah serangga lain yang masuk dalam alat perangkap berferomon. Pada saat dilakukan pengamatan pada alat perangkap, dilakukan penggantian air detergen/air sabun. Menurut Wiryadiputra (2014), serangan hama PBKo berasal dari bagian bawah tanaman dimana buah-buah kopi yang jatuh di permukaan tanah apabila tidak dilakukan sanitasi akan merupakan sumber infestasi untuk serangan hama pada periode berikutnya. Berdasarkan hal tersebut, kegiatan pengendalian fisik yang dilakukan oleh petani di Subak Abian Manik Buana dipadukan dengan teknik pengendalian mekanis berupa petik bubuk, lelesan dan rampasan. Penaung tanaman kopi juga memegang peran penting dalam mendukung produksi tanaman kopi sehingga dilakukan juga upaya pemangkasan pada tanaman penaung yang berada di sekitar areal penanaman kopi. Data dukung yang juga digunakan yaitu jumlah tanaman kopi yang dimiliki per petani, umur tanaman kopi dan jumlah produksi pada tahun 2022. Kegiatan ini diperkirakan selesai pada bulan Juli tahun 2023.

Sumber artikel :

Furst, M. & S. Bergleiter. 2008. Biological control of coffee berry borer in organic coffee. Naturland-Association for Organic Agriculture. 4 pp.

Wiryadiputra, S; C, Cilas & J.P. Marin. 2008. Effectiveness of the Brocop Trap in Controlling the Coffee Berry Borer (Hypothenemus hampai Ferr.) in Indonesia. Proceedings ASIC 2008. p. 1405—1408

Wiryadiputra, S. 2014. Pola Distribusi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei) pada Kopi Arabika dan Robusta. Pelita Perkebunan 30 (2) 2014, 123-136.