Waspada Penyakit Anthrax

Oleh:
Ni Wajan Leestyawati Palgunadi
Penyuluh Pertanian Utama
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali

Penyakit anthrax merupakan penyakit hewan menular strategis, yang menyebabkan kerugian ekonomi, menimbulkan angka kematian dan/atau angka kesakitan yang tinggi pada hewan. Meskipun penyakit anthrax dapat disembuhkan, namun cukup meresahkan karena selain menimbulkan kerugian besar, juga karena bersifat zoonosis yaitu menular kepada manusia. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini sudah lama dikenal dan masih sering terjadi di Indonesia, sehingga perlu selalu diwaspadai terutama di daerah-daerah yang belum ada kejadian penyakit ini.

Penyakit Anthrax adalah penyakit hewan menular yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis.  Penyakit ini menyerang hewan herbivora seperti sapi, kerbau, domba, kambing, kuda, babi dan lainnya.  dan menular juga kepada manusia atau bersifat zoonosis. Penyakit anthrax juga dapat menyerang hewan predator dan hewan peliharaan seperti anjing dan kucing (Krista Williams, VCA hospital).

Penularan penyakit anthrax dari satu hewan ke hewan lain dan kepada manusia terjadi melalui kontak hewan terinfeksi dengan kulit yang terbuka, mengkonsumsi daging dari hewan yang tertular anthrax dan terhirup spora anthrax. Vektor lalat penghisap darah dapat berperan  dalam penularan penyakit ini. Bakteri anthrax akan membentuk spora ketika kontak dengan udara. Spora ini tahan terhadap kondisi lingkungan yang panas, desinfektan dan bahan kimia sehingga spora anthrax dapat bertahan lama di tanah, bisa sampai puluhan tahun. Dengan demikian daerah-daerah yang mempunyai catatan sejarah serangan anthrax akan tetap endemik yang berpotensi kuat untuk serangan berikutnya.

Daerah-daerah di Indonesia yang dilaporkan pernah terjadi penyakit anthrax adalah teluk Betung Provinsi Lampung (1884), Buleleng (Bali), Rawas (Palembang) dan Lampung (1885), Banten, Padang, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur (1886) (Asih Rahayu, 2022).

Sukmanegara, seorang ahli yang mendalami penyakit anthrax dalam Asih Rahayu, 2022, mencatat pada periode 1906-1957, terjadi epidemi penyakit anthrax pada sapi, kerbau, kambing, domba dan babi di berbagai daerah di Indonesia seperti Jambi, Palembang, Padang, Bengkulu, Buktitinggi, Sibolga, Medan, Jakarta, Purwakarta, Bogor, Priangan, Banten, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Surakarta, Banyumas, Madiun, Bojonegoro, Sumbawa, Sumba, Lombok, Flores, Bali, Sulawesi Selatan, Menado, Donggala dan Palu. Kemudian pada tahun 1975, penyakit ini ditemukan di Jambi, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.

Tahun 2014 dilaporkan terdapat 11 provinsi yang endemis anthrak yaitu Jambi, Sumatera Barat, DKI Jakarta (Jakarta Selatan), Jawa Barat (Kota Bogor, Kab. Bogor, Kota Depok), Jawa Tengah (Kota Semarang, Kab. Boyolali), NTB (Sumbawa, Bima), NTT (Sikka, Ende), Sulawesi Selatan (Makassar, Wajo, Gowa, Maros), Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara dan Papua (CIVAS,2014). Selain 11 provinsi tersebut belum ada laporan kejadian penyakit anthrax. Namun semua daerah baik yang tertular maupun yang tidak tertular perlu selalu mewaspadai penyakit ini.

Kewaspadaan terhadap penyakit anthrax dapat dilakukan dengan:

  1. Mengenali gejala penyakit anthrax dan segera melaporkan kepada petugas Kesehatan hewan bila melihat ternak dengan gejala seperti anthrax. Gejala penyakit anthrax pada hewan berbeda-beda, tergantung jenis hewan yang terserang. Secara umum, penyakit anthrax menunjukkan gejala demam tinggi, gelisah, depresi, sesak nafas, hewan kejang kemudian mati. Hewan bisa mati mendadak sebelum menunjukkan gejala. Gejala khas dari penyakit anthrax pada ternak berupa pembengkakan di daerah leher, dada, sisi perut, pinggang dan kelamin luar. Dari lubang-lubang alami seperti telinga, hidung, anus, alat kelamin keluar cairan darah encer merah kehitaman. Dalam darah inilah terkandung bakteri anthrax yang ketika kontak dengan oksigen di udara akan membentuk spora. Oleh sebab itu ternak atau hewan yang mati diduga anthrax tidak boleh dilakukan bedah bangkai agar spora tidak menyebar, tetapi harus ditangani dengan tepat biasanya dikubur dalam lubang yang dalam dan dibakar.
  2. Mengawasi lalu lintas hewan/ternak secara ketat, dan tidak mendatangkan ternak dari daerah yang tertular anthrax.
  3. Selalu menjaga kondisi ternak agar ternak tetap sehat dan menjaga kebersihan kandang dan lingkungannya agar tidak menjadi sarang vektor lalat penghisap darah serta melakukan desinfeksi kandang secara berkala.
  4. Tidak memotong dan mengkonsumsi daging dari ternak yang mati karena sakit. Ternak yang sakit harus diobati sampai sembuh dan jika ternak mati karena penyakit supaya dimusnahkan dengan mengubur atau membakarnya sampai habis.
  5. Melakukan vaksinasi sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh instansi berwenang untuk daerah yang sudah tertular.

Mari kita tetap waspada dan melakukan pencegahan, karena mencegah lebih baik dari pada mengobati.

Sumber bacaan:

Asih Rahayu, 2022. Anthrax di Indonesia. https://journal.uwks.ac.id/index.php/jikw/article/download/66/66

CIVAS, 2014. Sejarah Anthrax https://civas.net/2014/02/22/anthrax

Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan, 2016. Pedoman pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular (phm) seri penyakit anthrax. Kementerian pertanian republik Indonesia

Jesiaman Silaban, Balai Besar Veteriner Wates. Mengenal Antraks: Penyakit Hewan Menular Strategis dan Zoonosis Prioritas. http://bbvetwates.ditjenpkh.pertanian.go.id

Krista Williams. Anthrax pada anjing. https://vcahospitals.com/know-your-pet/anthrax-in-dogs (diunduh 12 Agustus 2023, 4.30 AM)

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.